Catatan Calon Dokter (part 1)


Senin, 06 Februari 2012

Ini cerita fiksi pertamaku yang mengangkat sisi lain dunia medis. Maaf kalo aku banyak menggunakan istilah medis di cerita ini. Pembabakannya berdasarkan karakter aja yah, biar nggak bingung
***
[Elmo]

01:45
Angka-angka ini adalah angka-angka terakhir yang kulihat di jam tanganku sebelum aku mencoba memejamkan mataku. Aku baringkan kepalaku beralaskan tas ransel yang dari kost telah ku isi 1 kemeja, 1 celana panjang, perlengkapan mandi,dan beberapa buku. Cukub nyaman. Aku mengambil tempat di sudut ruangan,badanku dan lantai hanya dibatasi pakaianku.
TEEETTT.....!
Suara keras ini menggema di seluruh ruangan 6m x 6m itu. Mataku terbuka spontan, rasa sakit menyerang kedua mataku seketika, seperti tanpa peduli dengan rasa sakit itu tubuhku segera bangun dan kakiku berlari kearah depan. Masih tidak seimbang sehingga beberapa kali hampir jatuh,tetapi tubuhku benar-benar sudah terlatih untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menjaga tubuhku tidak jatuh. Dari tempatnya ku tariksebuah berangkar mendorongnya ke arah belakang ambulan yang baru saja terparkir. Pintu belakangnya sudah terbuka. Ku lihat ke dalam, seseorang berbaring dengan colar neck terpasang melilit lehernya dan face mask menutupi hidung dan mulutnya. Tampak bajunya berlumuran darah.



02:12
Kulirik jam tanganku sebentar,angka-angka ini yang tertera disana. Kepalaku terasa sakit. Tetapi kantuk ku hilang seketika setelah melihat keadaan orang yang datang itu.
Dua temanku,dengan seragam yang sama denganku, menyusul dari belakang memberikanku sepasang saputangan karet,aku segera memakainya. Mata mereka tampak merah,salah satunya masih memegang kepalanya,mungkin dia merasa sakit kepala.
"giliran siapa sekarang?" tanya Rani,saat kami bertiga sedang memindahkan pasien dengan tandenscop.
"gue." jawabku pendek.
"sesuai aba-aba gue, Satu... Dua... Tiga..."perintah gue.
Kami mengangkat pasien,gue ada di posisi kepala. kami memindahkan pasien ke berangkar yang sudah dialasi papan keras terbuat dari kayu.
" BAPA! Bapa! Bisa dengar suara saya?" terikku di dekat telinga pasien,pasien tidak menjawab. Rani dan Cipro membantu mendorong berangkar. Seorang petugas ambulan memegang tabung kecil yang dihubungkan dengan selang ke face mask.
"Resus!"perintah Cipro,ketua malam ini.
"Pak buka matanya pak! Coba buka matanya." terikku sambil menepuk-nepuk punggung pasien.
"bau alkohol!" kata Rani mengendus mulut pasien.
"pemabuk bodoh lainnya yang mengendarai motor disaat mabuk" ujarku sinis ke arah Rani dan Cipro.
"dibuka matanya pak!" perintahku lagi pada pasien. Agak kuguncang tubuhnya.
Dia membuka matanya.
Kami bertiga saling melirik.

0 komentar: