Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi
Edited by: Edy Cahyadi
Calvin masih
asik bercumbu dengan Dion dan kawan-kawannya. Berempat mereka asik mengentot
satu sama lain. Dion menggagahi Dhika di tepi ranjang, sementara Fahri menganal
Calvin sambil berdiri di depan lemari pakaian Calvin. Batang kontol Fahri yang
gemuk dan panjang menusuk-nusuk dalam di lobang pantat Calvin menimbulkan sensasi
yang berbeda buat cowok itu. Selama ini ia belum pernah dientot oleh laki-laki
yang memiliki kontol sepanjang dan segemuk Fahri.
Dhika
terlihat begitu keenakan disodok-sodok kontol Dion. Sembari menikmati sodokan
itu Dhika meraba seluruh tubuh Dion yang kekar dan basah bersimbah keringat.
Tubuh Dion memang sexi banget. Kulitnya putih bersih. Lekuk-lekuk ototnya
terbentuk sempurna, menggairahkan.
Beberapa
saat kemudian Fahri melepaskan kontolnya dari Calvin. Jemarinya mengelus-elus
tubuh belakang Dion. Kemudian turun ke pantat, meremas-remas dengan buas.
Nafsunya mElonjak melihat pantat Dion yang putih dan montok. Dion mengerti apa
yang diinginkan Fahri. Sambil tetap menyodomi Dhika, dilebarkannya kedua
pahanya. Ia memberikan ruang buat Fahri yang ingin mengembat boolnya.
Calvin keqi
dicuekin. Ia mendekati Dion dan Dhika juga. Kepalanya menyusup diantara
selangkangan Dhika, mencari kontol cowok itu yang ngaceng. Begitu mulutnya
menemukan kontol yang dicarinya segera saja ia melahap kontol itu.
Fahri yang
bersimpuh di belakang Dion mulai melakukan penetrasi. Namun ia cukup kerepotan
karena pantat Dion yang terus bergerak-gerak maju mundur. Untuk memudahkan
usahanya, Fahri menahan gerakan pantat Dion. Kemudian ia segera membenamkan
kontolnya ke celah sempit milik Dion yang dikelilingi bulu-bulu halus. Dion
bergetar saking keenakannya menikmati sensasi ditembus oleh kontol Fahri yang
gede banget itu. Tak lama gerakan menghentak-hentak pantat kembali dilanjutkan
oleh Dion, Fahri, dan Dhika. Sementara Calvin sibuk sendiri menyElomoti kontol
Dhika. Lima menit berlalu.
“Dion, udah
dulu, Gue pengen ngentotin si Calvin nih. Dari tadi bElon,” kata Dhika dengan
suara tersengal-sengal.
“Ohh… ohhh…
okehh,” sahut Dion.
Dhika segera
melepaskan dirinya dari Dion. Kemudian ia menuju ke belakang Calvin.
“Calv, Elo
nungging deh, Gue pengen entotin Elo,”
“He eh,”
jawab Calvin. Segera ia menungging menghadap kontol Dion.
“Vin,
sekalian isep punya Gue dong,” kata Dion yang mengocok kontolnya sendiri
setelah kehilangan pantat Dhika.
“Siniin,”
kata Calvin cepat. Dion segera memasukkan kontolnya ke mulut anak SMA yang cute
banget itu. Jadilah mereka memacu birahi berhadapan seperti rantai dengan
penghubungnya mulut Calvin yang mengoral kontol Dion.
“Enak banget
ya Ri,” kata Dhika pada Fahri diantara hentakan pantatnya yang liar.
“Yoi, pantat
Calvin seret banget ya,”
“Yessh…
kayak perjaka aja,”
“Pantat Dion
juga enak banget Dhik, entar Elo rasain deh,”
“Promosi Elo
gak salah Ion. Bener-bener luar biasa,”
Dion hanya
nyengir mendengar percakapan Dhika dan Fahri. Sementara Calvin tak berkomentar.
Ia menikmati entotan Dhika. Tapi tak urung juga dia keqi pada Dion. Ternyata
dia dipromosiin oleh cowok sepupunya itu sebagai tempat pengumbar nafsu bagi
cowok gila sex. Namun sejenak dilupakannya rasa keqi itu karena gimanapun juga
ia sangat menikmati pesta sex gila-gilaan kayak gini.
Meskipun
mereka tak hendak mengakhiri pergumulan cabul ini, namun bagaimanapun juga
mereka tak kuasa lama-lama menahan orgasme. Setelah menyempatkan melakukan pertukaran
pemain sekali lagi. Dimana Fahri mengentot Dhika sedangkan Dion mengentot
Calvin, akhirnya keempat cowok itu orgasme bareng-bareng. Dion menembakkan
peluru cairnya di dalam pantat Calvin. Sementara Fahri di dalam pantat Dhika.
Calvin dan Dhika memuntahkan sperma mereka di atas ranjang.
Setelah itu
keempatnya ambruk di atas ranjang. Tubuh mereka basah kuyup bersimbah keringat.
Nafas mereka tersengal-sengal seiring gerakan dada mereka yang naik turun
dengan cepat. Mereka sangat kelelahan. Namun tentu saja puas dengan kenikmatan
sex yang mereka peroleh. Jarum jam dinding di kamar Calvin terus berdetak.
Malam hampir usai. Keempat cowok ganteng itu jatuh tertidur.
Calvin
terbangun dari tidurnya. Rasanya baru saja ia tertidur, namun suara bisik-bisik
yang cukup ramai membuat tidurnya terganggu. Calvin memang tidak bisa tidur
bila ada gangguan suara sedikit saja. Namun ia masih tetap mengatupkan matanya
ingin tetap menikmati tidurnya. Hari sudah pagi. Suara bisik-bisik itu semakin
jelas ditelinganya.
“Jadi kalian
mau balik pagi ini juga?” terdengar suara Dion.
“Yoi, Elo
tetap disini dulu kan?” kata Fahri.
“Iyalah. Gue
masih capek nih. Masih pengen tidur,” sahut Dion lagi.
“Kalo gitu
duitnya Gue kasih sekarang aja deh,” kata Dhika.
“Iya dong.
Kapan lagi kita ketemu,”
“Enggak
kurang lagi tuh duitnya?” tanya Dhika lagi.
Apaan nih?
Batin Calvin. Pagi-pagi cerita duit.
“Ada-ada aja
Lo, udah enak kok minta nawar,” kata Dion.
“Elo kan
enak juga Yon,” kata Fahri.
“Kan sesuai
kesepakatan men. Elo bisa nikmatin tuh bocah, sekaligus dapat kenikmatan dari
Gue. Hehe,”
“Dasar,”
kata Dhika. “Nih semua, tiga juta,” Dhika menyerahkan beberapa lembar duit
pecahan seratus ribu pada Dion.
Gila.
Apa-apan nih? Gue dijual nih ceritanya? Sama Dion sialan ini pula. Kata Calvin
dalam hati. Calvin pengen bangun, tapi kepalanya pusing banget. Ia sedih dan
marah sekali pada Dion. Tak menyangka cowok ganteng itu berlaku kurang ajar
padanya.
Dion yang
masih telanjang bulat mengantar kepergian Fahri dan Dhika sampai pintu kamar.
Setelah Dion mengunci kembali pintu kamar, Calvin melihat Dion memasukkan duit
yang diterimanya tadi ke saku celana jinsnya. Kemudian dengan cuek ia naik ke
atas tempat tidur. Membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Tepat disisi Calvin.
Dengan nakal jemarinya mengelus-elus kontol Calvin. Cowok SMA ini hanya bisa
terdiam. Tanpa diketahui Dion, air matanya mengalir. Kepalanya dirasakannya
semakin pusing. Disebelahnya Dion mulai mendengkur halus.
“Kenapa Lo
tega banget Yon?!” kata Calvin berang pada Dion.
“Ada apa
nih?” Dion yang terbangun karena guncangan tangan Calvin terlihat bingung.
Rupanya setelah pusing di kepalanya reda Calvin sibuk membangunkan Dion.
Diguncang-guncangnya tubuh cowok ganteng yang sedang terlelap itu.
“Gue udah
tau semua. Gue udah bangun waktu Elo terima duit dari Dhika tadi. Elo
benar-benar keji!” kata Calvin dengan wajah merah. Air mata masih membasahi
pipinya. Dion gelagapan. Tak menyangka, rahasianya ketahuan oleh Calvin.
Sebenarnya rencana semula ia baru menerima duit dari Fahri dan Dhika setelah mereka
pulang. Namun karena otak mesumnya yang masih pengen merasakan kenikmatan sex
bersama Calvin pagi ini, ia membiarkan Dhika dan Fahri pulang duluan. Karena
itu transaksi sexnya dengan kedua cowok itu terpaksa dilakukan di kamar itu
juga. Ia pikir Calvin masih terlelap tadi dan tidak akan pernah mengetahui
perbuatan kejinya. Ternyata yang dibayangkannya tidak sesuai dengan kenyataan.
“Tenang dulu
Vin, tenang dulu,” kata Dion mencoba menetralisir keadaan. Wajahnya yang
ganteng terlihat pucat. Calvin sudah bersiap-siap untuk menghajar Dion. Dengan
kemampuan tae kwon do yang dimilikinya tak susah buatnya menghajar cowok itu.
Namun Dion juga punya kemampuan bela diri. Ia rutin berlatih karate sejak SMP.
Karenanya iapun segera bersiap-siap menyambut hajaran Calvin. Ruangan kamar
yang tidak kondusif untuk bertarung membuat kedua cowok yang masih telanjang
bulat itu bergulat seperti aksi atlet fighter.
Keduanya
berusaha saling mengalahkan atas tujuan yang berbeda. Calvin karena ingin
menumpahkan rasa marahnya, sementara Dion berusaha mempertahankan dirinya dari
kemarahan Calvin.
“Vin, denger
dulu, dengerin Gue,” kata Dion.
“Gak usah
membela diri,” kata Calvin.
Mereka terus
bergulat. Sepuluh menit berlalu. Tak ada yang menang. Tak ada yang kalah. Peluh
mulai membanjir. Bergantian mereka saling terjerembab telentang ditindih oleh
sang lawan. Tubuh mereka saling berhimpitan. Bergesekan. Aroma khas lelaki
terhirup hidung mereka.
Pergulatan
karena emosi tiba-tiba berubah menjadi gairah. Apalagi saat kontol mereka saling
menghimpit. Sperma kering yang masih belepotan di batang kontol mereka kembali
basah oleh keringat. Membuat kontol mereka menjadi licin. Himpitan kontol
berubah menjadi saling gesek-menggesek. Kontol mereka mulai mengeras. Birahi
kembali menguasai.
Mereka
memang saling berusaha untuk menjatuhkan lawan. Namun bukan lagi untuk
mengalahkan, namun menggesek-gesekkan tubuh dan kontol mereka. Mereka kini
saling berusaha untuk memperkosa lawan mereka.
Pada satu
kesempatan, Calvin berhasil membuat Dion terjengkang. Segera ia menindih tubuh
kekar Dion dan mengunci gerakan cowok berwajah oriental itu. Lengan Dion yang
berotot tak bisa bergerak bebas. Calvin memaksanya untuk mengangkang lebar.
Dion berusaha melawan sekuat tenaga. Namun Calvin yang marah dan terbakar
birahi terus mendesakkan kontolnya ke lobang pantat Dion. Dadanya menghimpit
ketat dada Dion.
Dion terus
meronta. Semakin kuat ia meronta semakin kuat pula usaha Calvin memaksakan
kontolnya mencoblos lobang pantat Dion. Tekanan Calvin semakin hebat. Akhirnya
kontol Calvin terbenam seluruhnya ke lobang pantat Dion. Kemudian pantatnya
menghentak-hentak dengan liar.
“Rasakan…
rasakan… Gue perkosa Elo!” kata Calvin menyeringai marah. Dion terus meronta.
Melawan sebisanya. Ngesex sejenis memang Dion doyan, namun bukan untuk
diperkosa seperti ini. Kehormatannya dirasakannya runtuh seketika.
“Lepaskan!
Lepaskan Gue… akhhhhh…,” kata Dion berang. Wajahnya merah karena marah. Calvin
menggeram. Ia merasa sangat puas dapat memerkosa cowok yang telah menjualnya
ini. Pantatnya menghentak liar. Dion kesakitan. Bukan nikmat yang dirasakannya.
Ia sekuat tenaga berusaha lepas dari Calvin. Namun cowok SMA ini mengunci
pahanya dengan kuat.
Tak ada rasa
nikmat seperti biasa. Yang ada sakit dan sakit. Tak ada ciuman buas yang
membakar birahi. Tak ada gigitan halus di puting susu yang merangsang. Yang ada
hanya hentakan-hentakan pantat yang kasar dan liar. Lobang pantat Dion
dirasakannya lecet. Meskipun ia sering dientot lelaki seperti diperkosa, namun
diperkosa beneran ternyata beda. Kalo ngesex ia merelakan dirinya untuk dientot
sebrutal apapun, karenanya ia bisa merilekskan otot-otot celah pantatnya. Namun
saat ini ia menolak. Karenanya celah pantatnya tidak rileks. Sodokan kontol
Calvin yang penuh amarah membuat lobang pantatnya seperti disayat-sayat pisau.
Perih sekali.
Calvin terus
menggenjot tanpa ampun. Wajahnya yang biasanya terlihat innocent, berubah total
menjadi buas. Merah dan menyeringai. Penuh amarah. Rasa kecut menghinggapi Dion
melihat kemarahan Calvin.
Dion tak
tahu berapa lama ia merasakan kehinaan ini. Belum ada tanda-tanda Calvin akan
orgasme. Tiba-tiba timbul rasa menyesal di benak Dion kenapa tadi tidak
sekalian ikut pulang bersama Dhika dan Fahri. Mengapa pikiran mesum tadi
menghinggapinya untuk merasakan kenikmatan sex bersama Calvin sekali lagi.
Memang akhirnya ia ngesex lagi dengan Calvin, namun ini jauh dari yang
dibayangkannya. Bukan kenikmatan yang diperolehnya. Namun rasa sakit yang
mendera.
Dua puluh
menit berlalu. Calvin terus bergerak liar di atas tubuhnya. Biasanya merasakan
tubuh atletis lelaki yang licin karena keringat bergerak-gerak diatas tubuhnya
membuat Dion semakin terbakar nafsunya. Namun saat ini rasa itu tidak ada.
Kontolnya saja tak bisa lagi mengeras. Lemas lunglai dalam himpitan perut
Calvin yang rata.
“Hohhh…
hohhhh… hohhhh… hohhhh… hohhhh…,” dengus nafas Calvin. Pantatnya bergerak
semakin cepat dan liar. Calvin akan orgasme rupanya.
Dion merasa
sangat senang mendengar dengusan Calvin itu. Biasanya dengusan seperti ini
paling tidak ia sukai apabila sudah keluar dari mulut partner sexnya. Karena
tandanya pergumulan cabul akan segera dituntaskan. Apalagi bila ia masih ingin
bermain cinta dalam tempo lama. Namun kali ini berbeda. Dion merasa sangat
senang mendengar dengusan seperti itu. Karena artinya penderitaannya akan
segera dituntaskan. Tanpa disadarinya, bibirnya tersenyum.
“Dasar
maniak!” Calvin membentak. “Ternyata Elo suka diperkosa, benar-benar keji!”
Dion tak
menjawab. Dan diapun tak merasa perlu menjelaskan arti senyumnya pada Calvin.
Saat ini ia hanya ingin perkosaan pada dirinya segera dituntaskan.
Calvin tak
lagi mampu menahan orgasmenya. Seluruh tubuhnya bergetar. Wajahnya meringis.
Spermanya menyembur di dalam lobang pantat Dion. Banyak dan deras. Setelah itu
tubuhnya ambruk di samping Dion. Lemas, kecapaian.
Dion
beringsut. Seluruh tubuhnya dirasakannya sakit karena himpitan dan kuncian
Calvin. Tanpa berbicara ditinggalkannya Calvin yang terbaring lemas di atas
ranjang. Dengan tubuh telanjang bersimbah keringat ia berjalan tertatih-tatih
menuju kamar mandi. Sperma Calvin meleleh dari celah lobang pantatnya. Berwarna
putih sedikit kemerahan. Pantat Dion sepertinya luka.
Calvin
terdiam seribu bahasa. Hanya nafasnya yang terdengar tersengal-sengal memenuhi
ruang kamar. Tatapannya masih tetap semarah tadi menatap kepergian Dion menuju
kamar mandi. Selanjutnya terdengar suara air di dalam kamar mandi. Dion
membersihkan diri didalam sana.
Setelah
membersihkan diri Dion pulang dari rumah Calvin. Keduanya tak lagi bertegur
sapa. Calvin sangat marah pada pacar sepupunya itu. Dion merasa malu hati pada
Calvin. Pagi itu Calvin tak berangkat ke sekolah. Hatinya masih sangat marah.
Ini adalah kali pertama dalam hidupnya bolos sekolah. Sejak hari itu Calvin
berniat tak akan bersedia untuk berjumpa lagi dengan Dion seumur hidupnya. Ia
sangat membenci cowok itu kini.
Bersambung...
0 komentar: