Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi
Edited by: Edy Cahyadi
Andre
terbangun keesokan paginya oleh suara jam weker yang nyaring. Tubuhnya yang
telanjang bulat terbungkus selimut. Ia merasakan tubuhnya lebih segar setelah
cukup tidur usai persenggamaannya beberapa kali dengan kedua ajudan orang
tuanya semalam.
Setelah
saling bertukar cerita masa lalu, ketiganya kembali melakukan persenggaman satu
sesi lagi sebelum kedua orang tua Andre pulang. Setelah persenggamaan itu
tuntas dengan bertumpahannya sperma mereka di pantat masing-masing, kedua
ajudan itu kembali ke kamarnya dan Andre langsung terlelap di ranjangnya.
Andre
menggeliat di atas ranjang. Tangannya mengambil ponsel yang menggeletak di meja
dekat ranjangnya. Ia memeriksa pesan-pesan yang masuk. Dan seperti biasa ada
pesan dari sang peneror. Isinya masih mirip-mirip juga. Di kirimnya pesan
balasan singkat pada peneror itu: “BANGSAT!”
Setelah itu
ia bangkit dari atas ranjang. Dengan tubuh masih telanjang bulat, Andre masuk
ke kamar mandi dan mandi membersihkan diri karena ia akan berangkat menuju
rumah Calvin. Selesai mandi Andre langsung ke ruang makan. Disana dilihatnya
kedua orang tuanya sedang sarapan dengan menu nasi goreng.
“Udah bangun
anak Mama?” tegur sang Mama penuh rasa sayang.
“Udah Ma.
Mama sama Papa jam berapa pulangnya semalam?” tanya Andre. Ia duduk di kursi
makan dan langsung melahap nasi goreng yang sudah terhidang di atas meja.
“Malam
banget sayang, jam dua belas. Andre pasti sudah tidur,” jawab sang Mama.
Andre
mengangguk, lahap ia memakan nasi gorengnya. Perutnya memang sudah kriuk-kriuk
sejak tadi, kelaparan.
“Ndre,
jangan lupa nanti ke kantor Papa ya,” pesan sang Papa yang sedang asik
menyeruput kopinya sambil membaca koran pagi.
“Oke pa.
Andre datang bareng Calvin nanti,” sahut Andre.
“Kalo bisa
jangan terlalu siang supaya Christian gak terlalu lama bolos dari kantornya.
Usahakan jam sepuluh udah sampe kantor Papa ya.”
“Christian?
Siapa Pa?”
“Ya itu,
perwira yang akan melatih kamu.”
“Ooo…
namanya Christian toh?”
“Iya. Lettu
Christian. Jangan lupa dan jangan telat!”
“Beres bos,”
sahut Andre.
“Ndre, kamu
udah taukan kalo Mas Dharma sama Mas Fadly tidak bertugas lagi di rumah kita
sejak hari ini?” kata sang Mama.
“Udah tau
Ma.”
“Mereka udah
cerita ke kamu?”
“Iya Ma.
Semalam, waktu Mama dan Papa pergi kami bercerita panjang lebar,” Sahut Andre.
Kedua orangtuanya tentu saja tak tahu cerita seperti apa yang dimaksudkan
Andre, hehehe.
“Mmm… ya
udah kalo gitu.”
“Yang
gantiin mereka berdua kok bElom kelihatan?”
“Mereka
sedang bersiap-siap karena akan mendampingi Papa dan Mama,” sahut Mama.
Selesai
sarapan, Andre dan kedua orang tuanya menuju ruang tamu. Di sofa ruang tamu
sudah duduk empat laki-laki tampan berseragam safari warna gelap. Mereka adalah
Dharma dan Fadly serta dua orang ajudan baru yang pasti adalah Dadang dan Yusuf
seperti yang dikatakan Dharma dan Fadly kepada Andre semalam. Tapi Andre belum
tahu yang mana Dadang dan yang mana Yusuf. Yang pasti kedua ajudan baru itu
sama ganteng dan jantannya seperti juga Dharma dan Fadly. Melihat Andre dan
kedua orang tuanya muncul keempat ajudan ganteng itu segera berdiri dengan
sikap sempurna.
“Kenalkan
ini anak saya, Andre,” kata Papa Andre memperkenalkan anak semata wayangnya
pada kedua ajudan baru itu. Keduanya kemudian mendekati Andre dan menjabat
tangan remaja ganteng itu.
“Saya
Yusuf,” kata yang satu.
“Saya
Dadang,” kata yang satu lagi.
“Andre,”
sahut Andre pada keduanya.
Yusuf
memiliki garis wajah seperti Arjun Rampal, aktor ganteng dari Bollywood yang
terkenal itu. Andre ingat cerita Dharma dan Fadly semalam bahwa Yusuf berasal
dari Aceh. Memang banyak orang Aceh yang mirip dengan orang Arab atau India.
Bahkan juga banyak yang mirip orang bule. Hal itu terjadi sebagai pengaruh dari
asimilasi antara penduduk asli Aceh dengan bangsa pendatang berabad-abad yang
lampau. Tubuh Yusuf lebih jangkung sedikit dibandingkan Dadang. Meskipun tidak
sehitam orang India umumnya namun kulit Yusuf terlihat jauh lebih gelap
dibandingkan mereka semua yang sedang berkumpul di ruang makan itu.
Dadang
berwajah blasteran yang sangat tampan. Apakah ajudan ini memiliki darah turunan
bule atau tidak Andre pengen menanyakannya suatu waktu. Siapapun yang memandang
wajah ajudan itu berkali-kali tak akan bosan. Kulitnya putih bersih, hidung
mancung, bibir tipis kemerahan, alis mata tebal, dan tubuh atletisnya lebih
slim dibandingkan Yusuf.
“Dasar papa,
pantes aja dia menjadikan Mas Dadang dan Mas Yusuf sebagai pengganti Mas Fadly
dan Mas Dharma,” batin Andre dalam hati setelah menyaksikan secara langsung
bagusnya kedua ajudan baru itu. Tapi yang terlontar dari mulutnya adalah ucapan
terimakasihnya pada kedua ajudan yang lama, “Mas Dharma dan Mas Fadly, makasih
untuk semuanya. Semoga sukses bertugas di tempat yang baru,” Andre menjabat
tangan keduanya dengan erat sambil menyuguhkan senyum terbaiknya pada kedua
ajudan itu.
Sementara
Papa dan Mama Andre menampilkan akting terharu yang sangat demonstratif saat
kedua ajudan lama itu menyalami mereka. Kedua orang tua Andre berlinangan air
mata sambil memeluk dan mencium pipi serta kening Fadly dan Dharma ibarat orang
tua yang sangat sedih harus berpisah dengan anaknya tersayang. Padahal entah
apa yang ada di pikiran kedua orang tua Andre saat itu. Bisa jadi pikiran
cabul, hehehe.
Setelah
perpisahan singkat yang penuh haru di ruang tamu, Papa Andre kemudian berangkat
ke kantornya di dampingi oleh Yusuf. Sedangkan Mama juga berangkat akan bertemu
ibu-ibu pejabat lainnya entah dimana di dampingi Dadang. Kedua ajudan lama
yaitu Dharma dan Fadly ikut menumpang di mobil Papa menuju kantor Depdagri.
Untuk sementara sebelum di tempatkan di posnya yang baru, keduanya ngantor dulu
di Depdagri.
***
Setelah
kedua orang tuanya berangkat dengan tujuan mereka masing-masing, Andre pun
pergi menuju rumah Calvin. Cowok itu berangkat dengan mengendarai sepeda motor
kesayangannya. Tak lupa di kenakannya jaket kulit hitam dan kaca mata hitam
yang membuatnya semakin macho.
Calvin hanya
menggenakan kaos dan celana pendek saat menyambut kedatangan Andre di rumahnya.
Ia belum mandi.
“Lho? Kok
belum siap-siap Vin?” tanya Andre.
“Kayaknya
Gue gak bisa deh nemenin Elo Ndre,” kata Calvin.
“Kenapa?”
Andre bingung.
Padahal
Calvin sudah bersedia menemaninya waktu ia mengajak Calvin kemarin.
“Desi minta
tolong Gue bantuin dia,” sahut Calvin.
“Bantuin
apaan? Gue kan bisa ikutan nolongin juga.”
“Waduh,
gimana ya Ndre. Gue gak enak bilangnya.”
“Kok gitu
sih? Masak sama Gue, Elo bisa gak enak ngomong? Masak Elo gak mau cerita
masalah Elo ke Gue? Setelah selama ini kita bersahabat dan udah ngelakuin apa
aja bareng-bareng, masak Elo masih nyimpen rahasia ke Gue sih?” Andre sedikit
kecewa.
“Tapi ini
masalah Desi, rahasia Desi.”
“Dan masalah
Elo jadinya kan?”
“Iya sih.”
“Nah, kalo
itu masalah Elo. Maka itu juga jadi masalah Gue.”
“Ndre, Gue
jadi gak enak.”
“Udah deh di
omongin aja sekarang atau di omongin sambil jalan. Gue janji ketemu jam
sembilan pagi di kantor Papa.”
“Gimana ya…”
“Omongin
dong Vin. Mudah-mudahan Gue bisa bantu.”
“Desi… mmm…
Desi hamil Ndre.”
“Terus?”
“Dia pengen
kandungannya di gugurin.”
“Kenapa?”
Calvin
akhirnya menceritakan masalah Desi seluruhnya pada Andre. Apa yang di ceritakan
oleh Desi semalam, di ceritakannya pada Andre. Tak ada yang di tutupi.
Sahabatnya itu serius mendengarkan. Berkali-kali Andre menarik nafasnya
dalam-dalam. Ia ikut merasakan kesedihan Desi.
“Kasian ya
si Desi. Mudah-mudahan Gue bisa nolongin masalah sepupu Elo ini,” komentar
Andre setalah Calvin usai bercerita.
“Gimana
caranya?”
“Gue punya
sepupu dokter Vin. Mudah-mudahan dia punya kenalan dokter yang mau nolongin
Desi.”
“Beneran nih
Ndre?”
“Makanya,
sekarang Elo temani Gue dulu. Jadi nanti kita bisa jumpai sepupu Gue itu. Terus
kita omongin ke dia.”
“Kalo gitu
ayo. Gue mandi dulu bentar ya.”
“Jangan
lama.”
“Iya.”
“Gak usah
pake acara coli segala,” kata Andre berbisik.
“Ih, pikiran
Elo itu jorok mulu deh,” sahut Calvin mencibir.
Setelah
Calvin selesai mandi, mereka berangkat menuju kantor Papa Andre di Depdagri. Karena
rencana perjalanan yang jauh, mereka berangkat dengan mengendarai mobil milik
Calvin. Mobil yang kemaren mereka gunakan untuk jalan-jalan.
“Yang mau
dijumpai siapa namanya Ndre?” tanya Calvin saat mereka tiba di Gedung Depdagri.
“Kata Papa,
namanya Christian. Lettu Christian,” jawab Andre.
“Mmm… nice
name,” komentar Calvin.
“Mudah-mudahan
tampangnya juga nice, hehehe,” kata Andre nyengir.
Nakalnya
kambuh. Calvin pura-pura cemberut mendengar kata-kata nakal Andre itu.
Pura-pura cemburu gitu. Tapi sebentar aja, kemudian keduanya tertawa. Ia juga
berharap perwira itu punya tampang nice juga. Lumayankan, bisa di kecengin.
Kalo tampangnya kayak Mandra (maaf, bukan menghina) kan gak seru! Hehehe.
Keduanya
segera menuju ruangan kantor Papa Andre. Meski tidak sering nyambangin sang
Papa ke kantornya, tapi Andre sudah pernah kemari. Jadinya ia tak kerepotan dan
tak perlu bertanya sana-sini dimana letak ruangan sang Papa.
Sekretaris
Papa Andre yang cantik menyambut mereka dengan senyum ramah. Sekretaris ini
mengenal Andre. Ia segera mempersilakan Andre masuk ke ruangan atasannya.
“Silakan
Mas,” katanya ramah sambil membukakan intu ruangan sang Papa, setelah
mengetuknya lembut tadi.
“Mas Andre
mau minum apa?” tanyanya sebelum keluar dan menutup pintu kembali.
“Apa aja deh
Mbak. Yang penting dingin,” sahut Andre.
“Kalo
temennya?” tanyanya pada Calvin.
“Samain aja
Mbak,” sahut Calvin.
Gadis itu
kemudian menutup pintu. Andre dan Calvin sudah berada di dalam ruangan kerja
Papanya. Andre yang luas. Sang Papa sedang berbincang-bincang dengan seorang
pria berpakaian dinas tentara ketika Andre dan Calvin masuk ruangannya. Pasti
itu Lettu Christian, perwira yang rencananya akan melatih Andre.
Lettu
Christian orangnya masih muda. Tubuhnya yang tinggi dan atletis terlihat sangat
gagah menggenakan pakaian dinas tentara. Wajahnya pun ganteng. Andre dan Calvin
berpandangan penuh arti setelah melihat sang perwira.
“Dik
Christian, kenalkan ini anak saya Andre dan ini temannya … eng, maaf nih om
belum tau namanya,” kata Papa Andre mengenalkan anaknya dan sekaligus juga
ingin mengenalkan Calvin namun sang papa rupanya memerlukan bantuan Calvin
untuk menyebutkan namanya sendiri barangkali lupa dengan nama Calvin meskipun
Andre sudah mengatakan pada sang papa tadi pagi.
“Calvin Om,”
sahut Calvin tanggap sambil menyebutkan namanya.
“Ooo ini toh
yang namanya Calvin. Terimakasih ya Calvin, udah bantuin Andre belajar selama
ini,” kata Papa Andre lagi disambut dengan senyuman Calvin yang merasa senang
mendapat pujian dari Papa Andre.
“Selamat
pagi Om, maaf udah nunggu lama,” kata Andre setelah diperkenalkan oleh papanya
dan langsung menjabat tangan perwira muda itu dengan erat.
“Oh, ndak
apa-apa. Tapi Dik Andre, saya jangan dipanggil Om dong. Masih muda gini kok
dipanggil om, saya juga belum nikah lo, hehehe. Panggil aja Mas, Mas Tian,”
sahut sang perwira ramah. Senyum mengembang di wajahnya yang jantan sehingga
membuat Christian semakin terlihat mempesona. Setelah Andre berjabatan tangan
dengan perwira muda itu menyusul kemudian Calvin.
Papa Andre
lalu mempersilakan mereka semua duduk di sofa yang ada di ruangan kantornya.
Mbak sekretaris masuk membawakan minuman buat Andre dan Calvin. Dua gelas
cairan dingin berwarna coklat, sepertinya Coca Cola. Setelah meletakkan minuman
dan pamit pada atasannya, sekretaris cantik itu keluar ruangan. Papa Andre
kemudian memulai pembicaraan.
“Dik
Christian, anak saya ini gak mau lulus akademi militer dengan cara KKN. Andre
pengennya masuk murni karena memang dia mampu untuk lulus. Karena itu seperti
yang pernah saya utarakan, kiranya Dik Christian bisa membantunya,” kata Papa
Andre.
“Bagus itu.
Saya mendukung sekali niat Dik Andre itu. Orang-orang seperti Dik Andre ini
kelak akan memimpin Negara ini dengan bersih,” sahut Mas Tian.
“Karena itu
saya mohon Dik Tian bisa melatih Andre dengan baik sehingga bisa lulus
seleksi,” kata Papa Andre.
“Saya akan
bantu semaksimal mungkin, pak. Kapan latihannya bisa kita mulai?”
“Kalo bisa
secepatnya. Kapan Andre pengen mulainya?” tanya sang Papa menanyakan pendapat
Andre yang dari tadi diam mendengarkan.
“Gimana
kalau kita mulai tiga hari lagi Mas?” tanya Andre. Ia teringat ada yang harus
di lakukannya bersama Calvin untuk membantu Desi.
“Boleh. Kita
mulai tiga hari lagi ya. Dik Andre sudah libur?”
“Sudah Mas.
Kenapa rupanya?”
“Kita akan
latihan di luar kota. Jadi selama satu minggu kita menginap, agar latihannya
bisa terkonsentrasi dengan baik,” sahut Mas Tian.
“Nginap
seminggu dengan Mas Tian? Apa yang bakalan terjadi ya?” pikiran nakal memenuhi
otak Andre. Calvin melirik sahabatnya, ia menduga-duga apa yang sedang di
pikirkan oleh Andre. Pasti gak jauh-jauh dari sex. Tiba-tiba ia merasa cemburu.
“Baik Mas
kalo gitu. Lalu Mas sendiri gimana? Gak masuk kantor dong?” tanya Andre.
“Saya akan
mengajukan cuti. Baiklah kalo gitu, saya jemput Dik Andre tiga hari lagi ya ke
rumah. Kita berangkat pagi-pagi dari Jakarta.”
“Baik Mas.
Rencananya kita latihan di daerah mana Mas?” tanya Andre.
“Sukabumi.
Kebetulan saya punya kenalan yang memiliki villa disana. Suasananya cocok untuk
latihan fisik di sana,”
Sukabumi?
Berdua aja dengan Mas Tian? Calvin semakin di bakar cemburu rasanya, dia
melirik Andre sekali lagi. Tapi sahabatnya itu terlihat asik berbicara dengan
Mas Tian dan tak sekalipun ia menoleh ke arah Calvin. Mas Tian emang macho dan
ganteng banget sih. Wajar aja kalo Andre sampe terus-terusan mandangin perwira
muda itu.
“Pa, Calvin
boleh ikutan kan?” tanya Andre pada Papanya.
Calvin
terhenyak, tak percaya dia kalo Andre mengatakan hal itu. Melihat keseriusan
Andre mamandangi Mas Tian, ia mengira sahabatnya itu sudah melupakannya.
Ternyata. Tiba-tiba Calvin merasa menyesal telah berburuk sangka pada Andre. Ia
memandangi wajah ganteng sahabatnya itu dengan penuh penyesalan.
“Gimana Dik
Tian? Boleh?” Papanya Andre meminta persetujuan Mas Tian.
“Boleh saja.
Gak ada masalah,” sahut Mas Tian.
Andre
terlihat lega. Apalagi Calvin.
“Boleh. Yang
penting, Calvin ijin dulu sama orang tuanya ya,” kata Papa Andre pada Calvin.
“Baik Om,”
sahut Calvin.
Pertemuan
dengan Mas Tian pun selesai. Mas Tian permisi pada Papa Andre akan kembali ke
kantornya. Tapi Papa Andre menahan, ia mengundang Mas Tian untuk makan siang
dulu bersama-sama.
“Kebetulan
ini udah hampir pukul dua belas siang Dik Tian. Sebaiknya kita makan dulu,”
kata Papa.
Mulanya Mas
Tian menolak, alasannya ia tidak enak terlalu lama meninggalkan kantornya. Tapi
Papa Andre terus memaksa. Bahkan ia mengatakan akan menelepon atasan Mas Tian
untuk minta ijin kalo di perlukan. Akhirnya Mas Tian mengalah, jadilah mereka
berangkat menuju rumah makan bersama-sama. Andre dan Calvin pun ikutan. Karena
masing-masing punya acara setelah makan, maka mereka tidak menggunakan satu
mobil. Mereka berkonvoi dengan tiga mobil.
***
Usai makan
siang, Andre dan Calvin pamit pada Papanya. Mereka berencana untuk menemui
sepupu Andre yang berprofesi sebagai dokter. Mas Tian juga pamit pada Papa
Andre untuk kembali ke kantornya.
“Ndre, Gue
minta maaf ya,” kata Calvin pelan di dalam kendaraan yang di kemudikan Andre.
“Minta maaf?
Ada apa sih?” Andre terlihat bingung.
“Maaf,
karena Gue tadi udah buruk sangka ke Elo, sahut Calvin malu-malu.
“Kok bisa?
Emang kenapa? Kok Elo bisa buruk sangka ke Gue?”
“Tadi waktu
cerita soal rencana Elo latihan bareng Mas Tian,”
“Terus?”
“Kan Elo mau
di ajak nginep sama Mas Tian. Gue kirain Elo bakalan lupain Gue. Rupanya
enggak. Ternyata Gue, Elo ajak,”
“Oh… itu.
Masak sih Elo sampe kepikiran kayak gitu?”
“Makanya
sekarang Gue minta maaf,”
“Mmm… gak
bisa!” kata Andre menolak.
“Lho?”
Calvin bingung. Kok Andre nolak permintaan maafnya.
“Gue baru
mau maafin, kalo Elo bisa menuhi syarat yang Gue berikan.”
“Kok pake
syarat sih?”
“Kalo gak
mau, ya gak jadi di maafin.”
“Kok gitu
sih?”
“Ya harus
gitu.”
“Syaratnya
apaan dulu? Berat gak?”
“Ya terserah
Gue. Mau enggak? Kalo gak mau ya udah.”
“Mmm… mau
deh. Mau,” sahut Calvin pasrah akhirnya.
“Syaratnya
adalah… Elo sekarang buka resleting celana Gue… Terus keluarin kontol Gue dari
celana dalem… Terus kontol Gue masukin di mulut Elo,” kata Andre dengan kalimat
yang dipatah-patahkan.
“Mmm beneran
nih? Syaratnya itu doang?”
“Iya,”
“Sekarang?”
“Ya, iya
dong. Masak nanti,”
Calvin
segera melakukan apa yang menjadi syarat yang baru saja di katakan Andre.
Jadilah ia asik menyElomoti kontol sahabatnya itu, sambil Andre melajukan mobil
menuju gerbang tol. Mereka menuju Bekasi, tempat sepupu Andre itu bertugas.
Meski telah tiba di gerbang tol, Calvin tetap saja melanjutkan kegiatannya
mengoral batang kontol Andre.
Nakal Andre
tiba-tiba kambuh, saat menyadari penjaga gerbang tol seorang cowok ganteng. Ia
mengerlingkan matanya pada sang penjaga gerbang tol. Jari telunjuknya kemudian
memberi isyarat agar penjaga gerbang tol melihat ke arah selangkangannya.
Penasaran
dengan isyarat Andre, sang penjaga gerbang tol mElongokkan kepalanya ke arah
yang di tunjukkan oleh Andre. Sesaat kemudian, terhenyaklah sang penjaga
gerbang tol melihat kepala Calvin yang sedang sibuk bergerak-gerak naik turun
di selangkangan Andre. Ia paham apa yang sedang di lakukan kedua remaja itu.
Kemudian sang penjaga gerbang tol tersenyum sambil mengerling nakal pada Andre.
Sambil menyerahkan karcis pada Andre, ia berkata dengan suara pelan “Kalo perlu
tambahan tenaga penyedot, hubungi Gue,” Secarik kartu nama terselip bersama
karcis yang diberikannya pada Andre.
“Oke,” sahut
Andre dan kemudian melajukan mobilnya meluncur di jalan tol. Sambil menyetir,
sekilas di bacanya nama yang tercantum di kartu nama itu: ‘INDRA KURNIAWAN’.
Nomor ponsel juga ada. Disimpannya kartu itu di saku bajunya. Siapa tau suatu
saat di butuhkan. Sementara di selangkangan Andre, Calvin terus sibuk mengerjai
perkakas Andre dengan lahap. Tak menyadari kenakalan yang telah dilakukan
sahabat tersayangnya itu.
“Jadi Gue
udah di maafin nih?” tanya Calvin. Ia melap bibir dan jarinya yang belepotan
ludah dan sperma dengan tissue mobil. Baru saja sperma hasil orgasme
Andre tumpah ruah dalam mulutnya. Andre sendiri ngos-ngosan setelah orgasme. Ia
mengangguk lemah sambil tersenyum puas pada Calvin.
“Iya, di
maafinhhh… shhh…,” jawab Andre.
Mobil yang
mereka kendarai sedang berhenti di tepi jalan tol. Andre tak mau terjadi
kecelakaan saat ia menikmati orgasmenya.
“Gitu dong,”
kata Calvin. Ia merasa senang karena memperoleh maaf dari sahabat tersayangnya
itu. Di ciumnya pipi Andre mesra, “Lemes ya?” tanyanya lembut.
“He eh,”
“Tapi enak
kan?”
“He eh,”
“Mau lagi?”
“Jangan!
Entar gak nyampe-nyampe kita,” sahut Andre menolak tawaran Calvin dengan cepat.
Calvin
nyengir mendengar jawaban Andre, dia memijat-mijat punggung sahabatnya itu.
Tubuh Andre yang lemas terasa sedikit rileks.
“Gue nelpon
dulu deh,” kata Andre.
“Nelpon
siapa?” tanya Calvin.
“Sepupu Gue
itu. Supaya dia tau kalo kita mau datang nemuin dia,” sahut Andre sambil
menekan nomor telepon sepupunya yang tersimpan di memori ponselnya. Beberapa
detik saja ia sudah tersambung dengan sepupunya itu, “Halo, Mas Johan? Mas
Johan ada waktu kan siang ini? Andre pengen ketemu Mas. Bisa? Dimana Mas? Rumah
sakit? Oke deh, Andre meluncur kesana ya. Apa? Ooo, Andre sedang di jalan tol
nih Mas. Sedang meluncur menuju Bekasi. Makasih ya Mas. Klik,” Andre menyudahi
pembicaraan.
“Gimana
Ndre? Bisa?” tanya Calvin.
“Bisa, dia
nungguin kita di rumah sakit tempatnya bertugas,” jawab Andre.
Mobil yang
dikemudikan Andre melaju kencang di jalan tol menuju Bekasi. Singkat cerita,
tibalah keduanya di Bekasi tepatnya di rumah sakit tempat sepupu Andre
bertugas. Sekali lagi Andre menghubungi sepupunya melalui ponsel, mengabarkan
mereka sudah tiba di tempat tugas sepupunya itu. “Dimana Mas? Di kantin? Oke
deh. Andre tungguin di situ ya. Klik,” Sepupunya itu rupanya menyuruh keduanya
menunggu di kantin. “Kita ke kantin aja dulu Vin. Mas Johan masih ada kerjaan.
Entar dia nyusul kesana sekitar sepuluh menit lagi,” terang Andre pada Calvin.
“Ya udah.
Ayo kalo gitu,” sahut Calvin.
Setelah
tanya sana-sini, keduanya menemukan kantin yang di maksud. Keduanya duduk-duduk
menunggu sambil minum, tak terlalu lama akhirnya Mas Johan, sepupu Andre itu,
nongol. Dari jauh ia sudah melambaikan tangannya pada Andre.
“Ganteng
juga sepupu Elo Ndre,” komentar Calvin.
“Hehehe. Iya
dong. Keluarga Gue kan emang cakep-cakep,” sahut Andre.
“Ge er.”
“Udah lama
Ndre?” tanya Mas Johan begitu ia tiba di dekat Andre dan Calvin. Tangannya
terulur dan menjabat tangan Andre yang juga terulur. Setelah itu ia duduk
bersama-sama dengan Andre dan Calvin.
“Lumayan Mas
dokter. Sibuk banget ya?”
“Enggak.
Kebetulan aja sedang ada pasien yang harus Gue tanganin. Ada apa nih? Tumben
jalan-jalan ke Bekasi?”
“Ada perlu
penting nih sama Mas Johan. O, ya kenalin ini temen Gue.”
“Calvin,”
kata Calvin sambil mengulurkan tangannya pada Mas Johan.
“Johan,”
sahut sepupu Andre itu.
“Gimana
kabar Mbak Windy? Sehat aja kan Mas?”
“Sehat-sehat.
Mama sama Papa kamu gimana kabarnya Ndre? Sehat juga kan?”
“Sehat Mas.
Mbak Windy itu istrinya Mas Johan ini Vin,” terang Andre pada sahabatnya.
Calvin
ngangguk-ngangguk, “Ngapain juga Andre jelasin kalo Mas Johan ini udah married
ke Gue? Emangnya Gue cowok apaan? Apa di kiranya semua cowok ganteng Gue
taksir?” Pikir Calvin keqi.
“Lagian juga kalo emang sakit, mau udah kawin juga
tetap aja sakit. Buktinya juga udah banyak,” kata Calvin lagi dalam hati.
Kedua sepupu
itu berbasa-basi sejenak. Mas Johan menanyakan rencana Andre yang akan masuk
akademi militer. Pada sepupunya itu Andre menerangkan rencana latihannya di
Sukabumi tiga hari lagi sehubungan dengan persiapannya masuk akademi militer.
Usai basa-basi, Mas Johan kembali bertanya tujuan kedatangan Andre menemuinya.
“Gini Mas.
Temen Gue ini ada masalah. Sebenernya bukan masalah dia langsung sih. Masalah
sepupunya,” kata Andre mengawali pembicaraan. Lalu ia menjelaskan kisah Desi
pada Mas Johan. Sepupunya yang dokter itu manggut-manggut, serius mendengarkan.
Calvin beberapa kali menambahkan cerita pada Mas Johan. Menjelaskan apa-apa
yang tidak di jelaskan oleh Andre. “Jadi gitu Mas. Makanya kita kemari, niatnya
mau minta tolong Mas Johan. Mungkin Mas Johan bisa bantu memberikan saran atau
solusi,” kata Andre mengakhiri ceritanya.
“Hmmm… gitu
ya,” Mas Johan menarik nafas panjang setelah mendengarkan seluruh cerita dari
Andre dan Calvin soal Desi.
“Terus
terang Ndre, gak banyak dokter yang bersedia melakukan aborsi saat ini.
Risikonya berat banget kalo ketahuan. Tapi walaupun begitu, coba Mas Johan
hubungi teman-teman Mas dulu. Ada beberapa teman Mas yang pernah jadi asisten
dokter spesialis kandungan. Siapa tau mungkin mereka bisa kasih informasi siapa
yang bisa nolongin Desi,” sambung Mas Johan lagi.
“Jadi
ngerepotin nih Mas,” kata Calvin.
“Gak papa.
Desi kan sedang perlu bantuan. Kalo Mas Johan punya keahlian di bidang itu, Mas
juga bersedia kok nolongin dia. Sayangnya Mas Johan gak punya keahlian itu.
Bentar ya, Mas coba hubungi.”
“Oke Mas,”
sahut Andre dan Calvin barengan.
Selanjutnya
Mas Johan menghubungi beberapa temannya melalui ponselnya. Lama juga dia
menelpon. Masing-masing temannya itu harus dijelaskannya terlebih dahulu
masalah yang dihadapi oleh Desi. Sudah enam orang temannya yang di hubungi,
namun belum juga ada harapan Desi akan terbantu.
“Susah juga
ya Mas,” celetuk Andre.
“Iya Ndre.
Sabar ya. Mudah-mudahan ada yang bisa bantu, sabar ya Vin,” sahut Mas Johan
dengan senyum bijak.
“Iya Mas,
mudah-mudahan ada yang bisa bantu ya,” kata Calvin.
Akhirnya,
teman Mas Johan yang kesembilan yang di hubunginya bersedia membantu. Mas Johan
lega, apalagi Calvin dan Andre. Mas Johan lega bukan saja karena akhirnya bisa
membantu keduanya, tapi lebih karena dia akhirnya bisa menghentikan pembicaraan
melalui ponselnya. Soalnya kalau harus menelpon terus, semakin banyak tagihan
pulsa yang harus di bayarnya, hehehe.
“Kayaknya
kalian masih harus menunggu lagi nih. Soalnya Mas masih ada tugas sampe jam
empat sore. Nanti kalo Mas sudah selesai tugas, baru kita berangkat nemuin
teman Mas itu. Gimana? Gak papa kan?” tanya Mas Johan.
“Gak papa
Mas. Kita biar nungguin di sini aja. Ini juga udah hampir jam tiga kok.
Sebentar lagi juga jam empat. Mas Johan silakan ngelanjutin tugas dulu deh,”
sahut Andre.
“Oke deh.
Kalo gitu Mas pergi dulu ya. Nanti habis tugas, Mas kemari lagi,” kata Mas
Johan kemudian dia meninggalkan kedua remaja itu untuk melanjutkan tugasnya
lagi.
Andre dan
Calvin menunggu Mas Johan di kantin rumah sakit itu. Mereka ngobrol-ngobrol
tentang berbagai hal. Termasuk tentang jalan keluar apa yang harus mereka ambil
terkait dengan peneror sms. Namun keduanya tak menemukan jalan keluar terbaik
apapun.
Tak terasa
waktu sudah menunjukkan pukul empat lebih sepuluh menit. Mas Johan sudah nongol
lagi dihadapan keduanya. Tak mau membuang waktu, ketiganya langsung berangkat
menuju rumah teman yang di hubungi Mas Johan tadi yang letaknya di Bekasi juga.
Karena Mas Johan juga membawa mobil sendiri jadinya kedua mobil mereka berjalan
beriringan kesana.
Tiba di
rumah temannya Mas Johan, mereka di sambut dengan ramah oleh seorang wanita
cantik yang membukakan pintu.
“Gimana
kabar Windy, Han?” tanya wanita itu pada Mas Johan. Keduanya terlihat sangat
akrab, “Lama juga ya kita gak jumpa,” sambungnya sambil mempersilakan mereka
masuk.
“Sehat Yul,
Elo sendiri gimana? Sehat kan? Iya nih lama kita gak pernah ngumpul-ngumpul
lagi. Kalo di lihat-lihat kayaknya bentar lagi Gue punya ponakan nih,” sahut
Mas Johan sambil menunjuk perut istri temannya itu yang besar rupanya sedang
hamil.
“Mudah-mudahan.
Ini sudah jalan enam bulan Han. Windy gimana? Udah juga?”
“Belum Yul.
Kita emang belum ada rencana program bikin anak,” sahut Mas Johan terkekeh.
“Ih, jangan
gitu Han. Entar pas pengen gak dapet, malah jadi puyeng. Ayo duduk dulu. Gue
bikin minum dulu. Bentar lagi suami Gue keluar tuh dari kamar. Baru nyampe juga
dia. Baru mandi trus tuker baju tadi.”
“Yul, gak
usah repot-repot,” sahut Mas Johan.
“Ah enggak.
Masak minum doang bikin repot,” sahut istri teman Mas Johan itu tersenyum.
Membuat
wajahnya semakin cantik. Ketika istri temannya itu pergi ke dapur untuk membuat
minuman mereka, Mas Johan menerangkan pada Andre dan Calvin kalo pasangan suami
istri temannya ini sama-sama berprofesi dokter.
Tak lama,
muncullah seorang pria muda berwajah ganteng dari dalam kamar. Tubuhnya yang
tinggi atletis dengan kulit sawo matang dibungkus setelan kaos oblong dan
celana pendek sedikit di atas lutut. Dasar maniak, si Andre sama si Calvin jadi
ngiler melihat bagusnya fisik teman Mas Johan ini. Mas Johan dan temannya itu
berbasa-basi sejenak. Setelah itu barulah dokter muda yang ganteng itu
diperkenalkan Mas Johan pada Andre dan Calvin.
“Ayo kenalan
sama teman Mas Johan dulu. Namanya Aji, tepatnya dokter Sangaji Dewantara.
Istrinya Mas Aji ini Mbak Yulia yang tadi menyambut kita. Dia dokter juga lo,”
kata Mas Johan.
Masih inget
sama Aji kan? Kalo ada yang belum kenal sama si Aji, coba baca cerita Gue yang
berjudul “Petualangan Aji” dan “Petualangan Aji 2”.
Tersenyum
ramah, dokter Aji mengulurkan lengannya yang terbentuk bagus pada Andre dan
Calvin mengajak keduanya berjabatan tangan dan berkenalan. Setelah berkenalan
dan basa-basi sejenak, Mas Johan lalu menceritakan ulang hal yang menimpa Desi
pada dokter Aji yang serius mendengarkan. Istrinya yang cantik, Yulia juga ikut
duduk di situ mendengarkan cerita Mas Johan setelah menghidangkan minuman.
Yulia duduk di sebelah suaminya, menggelendot manja.
“Bikin iri
aja deh,” kata Andre dan Calvin dalam hati masing-masing.
Sebenarnya
Aji kurang setuju bila di lakukan aborsi pada kandungan Desi. Istri Aji, Yulia
juga mendukung pendapat suaminya itu.
“Apa gak
bisa di usahakan cara yang lain dulu, misalnya mencari si Dion lalu memintanya
untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya itu?” tanya Yulia.
“Terus
terang Mas Aji dan Mbak Yulia, saya sebagai sepupunya Desi. Sebenarnya juga gak
setuju banget bila aborsi ini di lakukan. Namun melihat kepedihan hati Desi dan
juga ketidak siapannya untuk menanggung malu, bila di ketahui orang hamil di
luar nikah. Serta kemungkinan hancurnya masa depannya karena tidak lagi
melanjutkan kuliah, membuat hati saya luluh juga. Saya rasa mungkin memang
harus seperti ini jalannya,” kata Calvin mengemukakan pendapatnya.
Aji dan
istrinya manggut-manggut mendengarkan pendapat Calvin yang sangat berempati
pada sepupunya itu.
“Urusannya
agak repot juga nih. Tapi hmmm… semaksimal mungkin Gue akan usahakan membantu,”
kata Aji pada tamu-tamunya.
“Gue ada
kenal beberapa dokter yang mudah-mudahan bersedia melakukan aborsi.”
“Gue emang
yakin, Elo bakalan bisa bantu Ji. Dari kuliah dulu, Gue tau Elo emang
pergaulannya luas. Suami Elo ini Yul, sama siapa aja kenal dia. Kalo Gue, pergaulannya
dikit, hehehe,” kata Mas Johan memuji Aji.
“Ah jangan
ngomong gitu Han. Gue biasa aja kok. Kebetulan Gue kan suka bantu-bantu di
beberapa klinik spesialis kandungan. Supaya ada pengalaman dikitlah. Niatnya
habis PTT ini Gue mau ngambil PPDS kandungan. Bisa bantu-bantu di klinik
spesialis kandungan, juga karena fasilitas dari orang tua angkat Gue. Kalo
enggak karena mereka, ya Gue juga gak bisa Han,” sahut Aji ngerendah.
Setelah
berbasa-basi lagi sedikit, Mas Johan mengajak Andre dan Calvin pamintan pulang.
Aji menjanjikan pada Johan akan membicarakannya dulu dengan beberapa dokter
spesialis kandungan yang di kenalnya dan akan menghubungi Johan besok untuk
mengabarkan perkembangan selanjutnya.
Dari rumah
Aji, Andre dan Calvin langsung berpisah dengan Mas Johan. Andre meminta maaf
padanya karena tidak singgah dulu ke rumah sepupunya itu, karena takut akan
kemalaman tiba di Jakarta. Ia menyampaikan salam untuk Mbak Windy, istri Mas
Johan. Sepupu Andre itu memaklumi dan mengatakan akan segera mengabari Andre
apabila ada kabar positif dari Aji.
Ketika Andre
dan Calvin tiba di Jakarta, hari memang sudah malam. Meskipun demikian, Calvin
meminta tolong pada Andre untuk singgah sebentar di hotel tempat Desi menginap.
Maksudnya akan mengabarkan apa yang telah mereka lakukan pada sepupunya itu.
Meskipun lelah, demi sahabat tersayangnya, Andre bersedia mengantar kesana.
Lagipula malam ini rencananya dia tidak pulang ke rumahnya karena akan sekalian
menginap di rumah Calvin.
Desi
terlihat canggung saat mengetahui kedatangan Calvin bersama dengan Andre.
Keadaan yang menimpanya membuatnya malu hati bila semakin banyak orang lain
yang ikut mengetahui keaadannya. Calvin menyadari kecanggungan sepupunya itu.
Ia langsung duduk di sebelah Desi, memeluknya erat dan mulai berbicara untuk
menetralisir keadaan.
“Des, Andre
sudah Gue ceritain semuanya. Gue mohon maaf sebelumnya kalo gak minta ijin ke
Elo dulu nyeritain hal ini ke Andre. Tapi Des, Gue mau cerita ke Andre. Karena
Gue udah percaya banget sama dia. Gue yakin rahasia Elo akan aman di tangan
Andre. Des, Andre sangat banyak membantu dalam hal ini. Seharian tadi Gue sama
dia pergi nyari-nyari dokter yang bisa bantu Elo, benar kan Ndre?” tanya Calvin
pada Andre untuk meyakinkan Desi.
“Iya Mbak
Desi. Kebetulan Andre punya sepupu yang berprofesi sebagai dokter, tadi kita
ketemu sama dia. Sepertinya sudah ada titik cerah. Tapi mungkin Mbak Desi harus
bersabar dulu,” kata Andre.
Desi mulai
tenang, sikapnya tidak lagi canggung seperti tadi. Ia merasa bersyukur karena
Calvin dan Andre sangat serius mencarikan bantuan untuknya. Desi sangat
terharu, tanpa bisa di tahannya air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
Gadis cantik itu menangis sesenggukan dalam pelukan Calvin.
“Terima
kasih Vin, terima kasih Ndre,” kata Desi dalam tangisnya.
Calvin
memeluk sepupunya itu dengan erat. Calvin bisa merasakan betapa perihnya luka
di hati Desi. Tak ada suara lain di kamar hotel itu selain tangisan Desi.
Suasana senyap. Calvin dan Andre sama-sama terdiam, tak tahu harus berkata apa.
Yang ada hanya perasaan haru akan nasib yang menimpa Desi.
***
Sementara
Calvin dan Desi berpelukan penuh rasa haru di Jakarta, pada saat yang bersamaan
di sebuah villa di daerah Puncak, Bogor. Mama Calvin sedang berpelukan—atau
lebih tepatnya bergumul penuh birahi—dengan seorang pria muda yang tak lain dan
tak bukan adalah Dion!
Tanpa
sepengetahuan anak dan keponakannya, selama ini Mama Calvin ternyata menjalin
komunikasi yang cukup intens dengan Dion. Jalinan komunikasi mereka mulai
terbina, sejak pertama kali Desi memperkenalkan Dion pada keluarga Calvin (baca
bagian 4 dan 5). Tepatnya keesokan pagi setelah malam penuh gElora syahwat yang
terjadi antara Calvin dan Dion, Desi dan Dion, serta Mama dan Papa Calvin waktu
itu.
“Abis lari
pagi nih?” tegur Mama Cavin pagi itu pada Dion.
“Eh, Tante.
Pagi Tante,” sahut Dion tersentak.
Genggamannya
pada botol air minum yang sedang diarahkannya ke bibirnya yang tipis dan
kemerahan itu goyah. Wajah dan tubuhnya terpercik air putih dari lubang botol
air minum itu. Percikan air itu menambah efek kesegaran yang makin kentara di
wajah gantengnya.
Teras rumah
keluarga Calvin masih cukup gelap pagi itu. Kehadiran Mama Calvin yang
tiba-tiba itu tentu saja membuat Dion kaget. Kekasih Desi itu baru saja selesai
lari pagi keliling kompleks perumahan tempat keluarga Calvin tinggal. Lari pagi
adalah kegiatan rutin yang dilakoninya saban pagi sejak SMA.
Untuk
beberapa saat kemudian Dion dan Mama Calvin terdiam. Keduanya hanya saling
memperhatikan satu sama lain. Mata Mama Calvin tajam memandang tubuh Dion yang
bersimbah peluh dalam balutan kaos putih tanpa lengan plus celana pendek ala
Hawaii. Sementara tatapan Dion juga tak kalah tajam pada Mama Calvin yang pagi
itu menggenakan tanktop ketat dan celana short selutut warna
putih yang juga ketat. Buah dadanya yang masih kencang di usianya yang sudah
masuk kepala empat itu, tidak di lindungi oleh bra sama sekali. Puting susunya
terlihat menonjol di puncak buah dadanya yang menggunung.
“Abis lari
pagi nih?” sekali lagi pertanyaan itu diulang oleh Mama Calvin.
Kali ini
dengan suara yang terdengar agak berat. Rupanya libido sang Mama mulai naik
akibat memandang tubuh kekar Dion yang membayang pada kaos basah yang di
kenakannya.
“Eh, iya
Tante. Abis, kalo gak lari pagi tubuh saya suka pegel seharian,” sahut Dion.
Entah
sengaja atau enggak, sambil ngejawab pertanyaan Mama Calvin, Dion ngelap
wajahnya yang basah pake bagian bawah kaosnya. Terang aja perutnya yang
kotak-kotak terekspos jelas di hadapan mata Mama Calvin. Di tambah lagi bonus
lipatan ketiaknya yang di penuhi bulu ketiak halus nan lebat. Gak lama emang,
tapi aksi Dion yang hanya sesaat itu mampu meningkatkan suhu libido sang Mama.
“Tante abis
lari pagi juga?” Dion balik bertanya.
“Enggak.
Tante tadi penasaran aja, kok pagi-pagi gini ada suara-suara di teras. Makanya
Tante kesini. Rupanya ada Dion,” sahut sang Tante.
“Kenapa lari
paginya, enggak di ruang gym aja?”
“Mmm…
sungkan aja Tante. Lagian lari pagi di udara terbuka kan lebih sehat.”
“Ada-ada
aja. Dion gak perlu sungkan-sungkan di rumah ini. Lagian Dion kan bakalan jadi
ponakan Tante juga,” goda Mama Calvin.
Sambil
ngomong, wanita cantik itu melangkahkan kakinya ke arah kursi yang terdapat di
teras itu. Dengan gaya yang sangat anggun ia duduk di kursi teras itu,
sementara Dion tetap berdiri menatap sang Tante dengan pandangan salah tingkah.
Jelas aja
Dion jadi salah tingkah, abisnya posisi duduk sang Tante diatur sedemikian
mungkin untuk merangsang syahwat pemuda ganteng itu.
“Pokoknya
Dion boleh pakai apa aja dan ngelakuin apa aja yang Dion suka di rumah ini.”
“Dion jadi
gak enak nih Tante,” sahut Dion dengan gaya yang sangat sopan.
Sebagai
gigolo profesional, sudah biasa baginya menghadapi godaan seperti yang di
lakukan oleh orang-orang seperti Mama Calvin ini. Namun begitu, syaraf matanya
terus merekam kemolekan tubuh sang Tante dan menyimpannya dalam memori otaknya.
“Apanya Dion
yang jadi gak enak?” tanya Mama Calvin dengan tatapannya yang semakin
menantang. Bibirnya melemparkan senyum nakal untuk Dion.
Sang Tante
duduk dengan posisi tubuh tegak, membusungkan buah dadanya. Kedua lengannya
menyiku dan telapak tangannya menggenggam pegangan kursi yang berbentuk
silinder, sambil melakukan gerakan meremas yang sangat mirip dengan gerakan
mengocok kontol secara perlahan-lahan. Pahanya di lebarkan sehingga short ketat
itu tak bisa menyembunyikan garis belahan pada gundukan memeknya.
“Kalau Dion
mau, Tante mau kok ngasih yang enak ke Dion,” sambung Mama Calvin semakin
menjurus.
“Maksud
Tante?” tanya Dion dengan gaya pura-pura bodoh yang sangat meyakinkan.
“Jangan
pura-pura deh, Tante tau kok apa yang Dion dan Desi lakukan tadi malam,” Mama
Calvin mulai tak sabar.
Dion
menyadari ketidak sabaran Mama Calvin ini. Karena itu dia pun tak lagi bergaya
pura-pura bodoh. Apalagi kedoknya juga sudah ketahuan sang Tante.
“Sebelumnya
Dion minta maaf Tante, bukannya Dion gak tertarik dengan tawaran Tante. Apalagi
Tante cantik banget. Tapi Dion kan pacarnya Desi, keponakan Tante. Enggak enak
dong kalo sampe Desi tau Dion selingkuh sama Tantenya sendiri,” kata Dion sok
alim. Gayanya persis orang yang sangat menjunjung moralitas. Padahal semuanya
ini dalam rangka menaikkan tarif semata. Dasar gigolo profesional!
Tapi,
bagaimanapun juga Mama Calvin sudah banyak pengalaman menghadapi gigolo yang
pasang aksi jual mahal seperti Dion ini. Mama Calvin berdiri dari duduknya,
tubuhnya mendekati tubuh Dion. Lalu bibirnya mendekat ke telinga cowok itu.
“Emangnya
Dion mau ngasih tau ke Desi kalau kontol Dion ngentotin memek Tante?” bisik
sang Tante santai. Kata-kata kontol, ngentot, dan memek di berikan penekanan
suara yang khusus olehnya. Sambil berbisik, tangannya mulai menjalar di tubuh
jantan milik Dion.
“Bukan gitu
maksudnya.”
“Lalu apa?”
“Mmm…,“
“Atau Dion
minta sesuatu? Apa yang Dion minta, Tante kasih deh.”
“Ih, Tante
ada-ada aja. Dion gak jual diri lo,” Dion pura-pura tersinggung.
“Siapa yang
bilang Dion jual diri. Mana sanggup Tante beli Dion. Tante cuman sayang aja
sama Dion, udah Tante anggap kayak keponakan sendiri. Makanya Tante mau ngasih
apa yang Dion minta,”
“Tapi
Tante…”
“Gini aja,
ini Tante kasih nomor ponsel Tante ke Dion, kalo nanti Dion perlu apa-apa
bilang aja ke Tante ya,”
“Tapi
Tante…”
“Udah deh.
Jangan mikir yang enggak-enggak dulu.”
“Tapi
Tante…,”
“Berapa
nomornya, biar Tante misscall dari ponsel Tante.”
“0812345678,”
jawab Dion cepat. Nah lho. Dasar gigolo!
Dion memang
menjaga betul profersionalisme gigolonya. Tidak serta merta setelah bertukaran
nomor ponsel, Dion langsung menghubungi Mama Calvin. Sang Tante dibuatnya
penasaran dulu beberapa waktu. Meskipun Mama Calvin berkali-kali menghubungi
dan merayu Dion, tetap saja anak muda ini berakting menolak ajakan itu dengan
halus. Sampai kemudian…
Masih inget adegan ini gak?
Pulang
sekolah Calvin tak bertemu lagi dengan Andre. Calvin mencoba menghubungi nomor
ponsel sahabatnya itu. Namun ternyata Andre tidak mengaktifkannya. Calvin
sangat kuatir, Andre benar-benar melaksanakan rencananya. Ia ingin mendatangi
Andre ke rumahnya, namun Calvin kuatir dianggap terlalu mencampuri urusan
pribadi Andre.
Calvin terus
mencoba menghubungi Andre. Namun ponsel sahabatnya itu tidak aktif terus.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Di layar muncul nama Dion. “Mau ngapain nih
anak?” tanya Calvin bingung.
“Halo, Dion
ya? Ada apa?”
“Halo Vin,
Gue lagi di Jakarta nih,” sahut Dion dari seberang sana.
“O ya?
Bareng Desi?”
“Enggak. Gue
ada urusan organisasi kampus disini. Kongres,” sahut Dion.
“Trus?”
“Gue maen ke
rumah Elo ya,” kata Dion. Calvin mikir sejenak. Kalo Dion maen ke rumah
pastinya bakal kejadian deh. Perasaan bersalahnya pada Andre tiba-tiba muncul.
Namun Dion begitu menggairahkan. Calvin tergoda untuk mengulang kembali
pergumulannya yang seru dengan Dion. Apalagi beberapa hari ini ia gak pernah
ngesex dengan Andre karena sahabatnya itu sedang suntuk berat.
“Boleh. Silakan
aja. Kapan mau dateng?” akhirnya Calvin mempersilakan cowok sepupunya yang
ganteng itu untuk datang ke rumahnya. Bayangan akan nikmatnya pergumulannya
nanti dengan Dion mengalahkan rasa bersalahnya pada Andre.
“Entar lagi
Gue nyampe sana. Ini udah di jalan,” sahut Dion.
“Yakin
banget ya Elo bakal Gue terima,” sela Calvin menggoda.
“Hehehe.
Pastilah. Gue yakin Elo pasti udah rindu banget ama Gue, terutama kontol Gue,”
sahut Dion nakal.
“Ge er lo.
Tapi iya juga sih. Cepetan datengnya ya,”
“Yoi. Udah
gak nahan ya. Hehehe. Eh Gue bawa temen. Gak papa kan?”
“Temen?
Temen apaan?”
“Laki-laki
dong. Kenalan Gue selama di kongres. Anak Jakarta sini. Gue dateng pake mobil
dia,”
“Entar kita
gak bisa ngapa-ngapain dong. Gak bebas,” sahut Calvin.
“Bebas dong.
Anaknya pengen Gue kenalin dengan Elo. Gue ceritain soal Elo ke dia,”
“Dasar. Elo
jual Gue ke dia ya,”
“Enggaklah.
Cuman Gue promosiin doang. Hehehe,”
“Oke gak
anaknya? Jangan-jangan banci lagi yang Elo bawa,”
“Enak aja.
Emang Gue cowok apaan. Elo liat sendiri aja deh entar. Dua orang,”
“Apa??!”
“Hehehehe.
Udah ya. Gue bentar lagi nyampe. Bye. Klik,” Dion menutup pembicaraan. Tinggal
Calvin yang bingung. Dua orang? Dion udah ngerencanain bikin sex party rupanya.
Stop! ■
Sekarang
adegannya kita lanjutin, tapi settingnya di dalam mobil yang sedang melaju
membawa Dion dan kedua cowok horny lainnya yang sudah tak sabar untuk
merasakan nikmatnya ngentot bersama Calvin.
“Sip men.
Dia dah siap-siap nungguin kita. Pokoknya Elo berdua pasti puas deh,” kata Dion
mempromosikan Calvin pada Dhika dan Fahri.
“Kalo kita
gak puas, kita gak jadi bayar lho,” sahut Dhika.
“Percaya deh
sama Gue. Selama ini apa yang Gue kasih ke Elo apa pernah gak oke?”
“Iya sih,”
sahut Dhika dan Fahri barengan.
“Oke deh.
Sekarang Gue nelpon satu orang lagi nih.”
“Siapa lagi
tuh?” tanya Fahri.
“Yang ini
laen. Ini urusan Gue khusus.”
“Dasar
gigolo,” celetuk Fahri.
“Jangan lupa
ngerangkap germo juga,” sambung Dhika.
Ketiganya
cekakakan.
“Halo
Tante,” rupanya Dion sudah tersambung dengan orang yang di hubunginya.
“Halo Dion.
Tante kangen banget nih,” sahut suara perempuan disana.
Perempuan
yang di hubungi Dion itu tak lain dan tak bukan adalah Mamanya Calvin.
“Tante nakal
ih. Masak kagen sama Dion. Kalo kangen, harusnya sama Om dong,” sahut Dion
gombal. Fahri dan Dhika hanya senyum-senyum sinis saja mendengarkan kata-kata
Dion.
“Kok nakal
sih. Masak Tante gak boleh kangen sama keponakannya sendiri, hihihi,” sahut
Mama Calvin cekikikan.
Dion pun
tertawa mendengar cekikikan Mama Calvin. Tapi ketawanya Dion di atur sewibawa
mungkin.
“Tante, Dion
pingin ketemu kalo boleh.”
“Oh,
boleh-boleh. Kapan? Hari ini?”
“Kalo besok
gimana?”
“Boleh. Jam
berapa?”
“Terserah
Tante aja.”
“Besok pagi
deh Tante hubungi. Sebenarnya Tante masih di Denpasar nih. Tapi kalo Dion ada perlu
banget harus ketemu Tante segera, Dion terbang aja ke Denpasar nyusul Tante
pake penerbangan terakhir dari Yogya. Nanti sampe Denpasar tiketnya Tante ganti
deh,”
“Dion lagi
enggak di Yogya. Sekarang ini lagi di Jakarta.”
“O, kalo
gitu besok kita ketemu di Jakarta aja. Tante telpon besok pagi ya sebelum take
off dari Bandara Ngurai Rai. Tante emang rencananya besok pagi balik ke
Jakarta. Kalo tadi Dion nyusul Tante kemari balik ke Jakartanya Tante undurin.
Tapi karena Dion sekarang udah di Jakarta mending kita ketemu aja besok di
Jakarta,”
“Lebih baik
gitu Tante. Maaf nih jadi ngerepotin,”
“Gak
ngerepotin kok. Sampe besok ya,”
“Makasih ya
Tante,”
“Sama-sama,”
“Dasar pukat
harimau. Semua di tangkap,” celetuk Dhika lagi.
Dion tertawa
terbahak-bahak mendengar celetukan Dhika, begitu juga Fahri. Mobil yang melaju
menuju rumah Calvin itu riuh dengan tawa ketiga cowok itu.
Pagi hari
setelah “pertarungan” penuh kebencian yang terjadi antara dirinya dengan
Calvin, Dion pergi meninggalkan Calvin untuk menemui Mama Calvin. Hampir
lengkap sudah kenistaan yang Dion lakukan pada keluarga itu. Setelah menggarap
Desi dan meninggalkannya dalam keadaan hamil, lalu menjual Calvin pada dua pria
gila sex. Setelah itu Dion akan mereguk kenikmatan tubuh sang Mama dengan tujuan
utama hanya untuk memperoleh uang dari wanita cantik itu.
Dion menemui
Mama Calvin di kantornya pagi itu. Di ruangan sang manajer itu untuk pertama
kalinya kedua anak manusia yang terpaut usia lebih dari puluh tahun itu
merengkuh kepuasan birahi. Ketika itu Mama Calvin sangat liar sebagai akibat
rasa penasarannya yang sudah tertunda sekian lama ingin merasakan ngentot
dengan Dion.
Rasa
penasaran yang terpuaskan pagi hingga siang itu membuat Mama Calvin dengan
santai menuliskan angka sepuluh juta rupiah pada kertas cek yang di serahkannya
pada Dion. Uang sebanyak itu di minta Dion pada Mama Calvin dengan alasan ia
membutuhkan uang untuk biaya perobatan orang tuanya di kampung. Alasan klise
yang tidak di perdulikan oleh Mama Calvin apakah benar atau tidak.
Setelah
menuliskan cek itu, tanpa ba bi bu Mama Calvin langsung mengulum kontol Dion
yang masih setengah tegang dan berlumuran sperma. Dengan asik, Tante cantik itu
menyonyot batang gemuk panjang itu. Andai saja sang Mama tau apa yang telah di
lakukan Dion pada anak semata wayangnya dan juga keponakannya, apakah dia akan
senikmat itu juga mengulum batag kontol Dion? Entahlah.
Yang pasti,
batang kontol Dion telah melenakannya pagi hingga siang itu. Sejak itulah Dion
sah menjadi salah seorang pemuas sex dari beberapa lelaki lain yang ada dalam
daftar Mama Calvin.
Dan malam
ini di Puncak, Bogor, Dion sedang memuaskan birahi Mama Calvin. Dengan tubuh
mengkilat bercucuran keringat, Mama Calvin menghentakkan pantatnya maju mundur
sekuat tenaga. Dari mulutnya keluar suara erangan keras. Tak berapa lama
hentakan pantat itu terhenti, Mama Calvin menjerit tertahan. Tangannya memeluk
tubuh Dion keras-keras, orgasme yang kelima baru saja diraihnya. Hari itu,
meskipun terasa melelahkan untuk Mama Calvin namun kelelahan itu tak ada
artinya dibandingkan dengan segala kenikmatan yang direngkuhnya dari pria
jantan seganteng dan semacho Dion.
Bersambung...
3 komentar:
ANGKA JITU DAN AKURAT YANG BISA ANDA MENANGKAN HARI INI INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL 2D 3D 4D JAMIN 100% KARNA ANGKA RITUAL TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH TERBUKTI 17 X TRIM?S ROO,MSOBAT
TOGEL SINGAPORE 2013 - 2014
KISAH NYATA DARI SAYA BUKAN REKAYASA INI ANGKA JITU DAN AKURAT YANG BISA ANDA MENANGKAN HARI INI INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL 2D 3D 4D JAMIN 100% KARNA ANGKA RITUAL TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH TERBUKTI 17 X TRIM?S ROO,MSOBAT