#2. Serial Andre dan Calvin (Ajudan Macho)


Sabtu, 04 Mei 2013

Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi

Seminggu kemudian, pada satu hari Minggu pagi yang cerah. Andre dan mamanya sedang duduk berhadapan di meja makan. Mereka berdua sedang sarapan. Biasanya, sarapan hari minggu dilakukan bertiga dengan Papa Andre. Sedangkan pada hari-hari lain tidak ada kesempatan untuk dapat sarapan bersama seperti hari minggu pagi, apalagi makan siang atau makan malam. Kesibukan kedua orang tuanya, menyebabkan acara kumpul bersama sekalian sarapan hanya bisa dilakukan pada hari minggu pagi.

Papa Andre adalah seorang direktur jenderal di Departemen Dalam Negeri. Kesehariannya selalu disibukkan dengan kegiatan kantor yang sangat padat. Sedangkan Mama Andre aktif di berbagai kegiatan sosial yang selalu sibuk dengan urusan arisan, anak-anak panti asuhan, anak-anak jalanan, anak-anak pengungsi Aceh, Maluku dan segala macam anak-anak lainnya. Akhirnya Andre, anak semata wayang papa dan mamanya, malah kurang diperhatikan jadinya.
Ketidakhadiran Papa Andre dalam acara sarapan minggu pagi ini karena sedang melakukan kunjungan ke daerah. Kata papanya melakukan peninjauan atas pelaksanaan otonomi daerah di tiga propinsi dan paling cepat kunjungan itu baru berakhir minggu depan. Meskipun kadangkala Andre merasa sedih karena sering ditinggal sendirian di rumah, namun dibalik itu ia menikmati juga kesibukan kedua orang tuanya itu. Rumah yang selalu sepi membuatnya punya banyak kesempatan untuk memuas-muaskan nafsunya di rumah. Ia bisa melakukannya dengan Cindy, sang pacar, atau dengan Calvin, atau juga rame-rame dengan teman-temannya dari Tim Basket SMA Dwi Warna.

“Hari ini pergi lagi Ma?” tanya Andre berbasa-basi meskipun ia tahu pasti, sesudah sarapan mamanya akan ngeluyur dari rumah dan baru pulang hampir tengah malam seperti biasanya.

“Iya sayang. Kamu kan tahu, Saudara-saudara kita di Aceh masih sangat membutuhkan uluran tangan kita. Mama sibuk banget mengurusi pengiriman bantuan untuk mereka disana sayang,” jawab mamanya sambil menampilkan senyum penuh kebijakan.

“Harus itu Ma. Kitakan emang wajib membantu orang-orang yang membutuhkan. O ya Ma, Andre juga mau pergi nih abis sarapan,” kata Andre.

“Belajar bersama Calvin lagi?” tanya mama sambil memasukkan sepotong roti bakar ke dalam mulutnya yang memiliki bibir tipis. Diusia yang hampir empat puluh tahun, Mama Andre masih kelihatan cantik. Tubuhnya padat seperti gadis usia dua puluh tahunan saja. Gimana enggak, sang mama kan rajin fitness dan makan makanan suplemen plus minum jamu untuk menjaga stamina dan kekencangan otot serta kulitnya.

“Enggak Ma. Maen basket sama anak-anak,”

“Lho, kamu kan udah dekat ujian akhir sayang. Kok bukannya belajar dengan Calvin, malah maen basket?”

“Ini juga main basketnya bareng Calvin kok Ma,”

“O, gitu toh?”

“Iya. Kata Calvin, sekali-kali perlu refreshing juga agar pikiran tidak butek karena belajar terus-menerus. Selain itu kesegaran tubuh kan harus dijaga ma,”

“Kalau gitu mama setuju. Tapi Andre harus ingat ya sayang, belajarnya harus rajin. Supaya bisa lulus dengan nilai baik di ujian akhir nanti. Kalo nilai kamu kurang bagus, cita-cita kamu untuk masuk Akademi Angkatan Udara kan bisa gagal sayang,”

“Beres Ma. Mama jangan lupa doain Andre selalu ya,”

“Pasti sayang,” jawab mamanya. Andre melahap potongan roti bakarnya yang terakhir. Kemudian berpamitan pada mamanya. “Andre pergi duluan ya Ma. Mama kapan berangkatnya?” tanya Andre sambil mencium pipi mamanya.

“Bentar lagi. Mama kan belum beres-beres sayang,”

“Pergi sama Mas Dharma, Ma?”

“Iya dong sayang. Abis sama siapa lagi. Kan supir mama cuman dia satu-satunya,”

“Oke deh Ma. Andre berangkat kalo gitu,” kata Andre pamitan, disandangkannya ransel olah raga ke bahunya.

“Hati-hati sayang,” pesan sang mama.

Andre menuju garasi di samping rumah untuk mengambil sepeda motornya. Ia bertemu dengan Mas Dharma di depan pintu garasi. Supir mamanya itu sedang asik berbasah-basah ria, mencuci sedan milik mamanya.

“Selamat pagi Mas Andre,” sapa Mas Dharma ramah pada Andre. Ajudan mamanya itu memamerkan senyum manis berhiaskan deretan giginya yang rapi dan putih.

“Pagi Mas Dharma. Masih nyuci mobil Mas? Mama udah mau berangkat tuh,”

“Waduh, Mas harus buru-buru kalo gitu,” jawabnya. Kemudian ia sibuk mengelap mobil sedan itu dengan kain yang masih kering. Andre memandangi cowok itu dengan serius. Gimana gak serius, Mas Dharma ini orangnya ganteng. Bodynya putih bersih dan kekar. Saat ini ia hanya menggenakan celana pendek tanpa atasan, memamerkan dada bidangnya yang dihiasi bulu-bulu halus nan lebat.

Dengan cueknya didepan Andre, Mas Dharma mengangkat-angkat tangannya yang berotot itu saat mengelap atap mobil. Bulu-bulu lebat di lipatan ketiaknya yang putih itu terpampang jelas di mata Andre. Membuat jakun remaja ganteng itu naik turun menahan nafsu. Rencana Andre untuk segera meluncur menuju rumah Calvin akhirnya tertunda. Andre merasa sayang kehilangan kesempatan menikmati pemandangan bagus didepan matanya ini. Pelan-pelan ransel yang tadi sudah disandangnya diletakkannya di lantai. Ia mendekati Mas Dharma, pura-pura mengamati kegiatan mencuci mobil supir ganteng itu.

“Mas, bagian atas ini masih basah nih,” komentarnya untuk menghilangkan kecurigaan Mas Dharma. Mata Andre liar mengamati ajudan ganteng itu.

Mas Dharma ini sebenarnya adalah salah satu dari dua orang ajudan papanya Andre yang bertugas di rumah mereka. Usianya masih muda, baru 24 tahun. Asli Manado. Dia lulusan STPDN. Demikian juga Mas Fadly ajudan Papa Andre yang satu lagi, yang saat ini mendampingi sang papa melaksanakan tugas ke daerah. Mereka berdua bertugas sejak sang papa diangkat menjadi dirjen.

Kedua ajudan ini sama-sama kekar. Maklum aja ketika pendidikan dulu mereka kan dididik semi militer yang penuh kegiatan fisik. Keduanya juga beruntung karena memiliki paras yang ganteng. Saat sang papa memperkenalkan kedua ajudan itu kepadanya, Andre blingsatan. Waktu itu keduanya datang dengan menggenakan seragam semi ketat. Andre dapat melihat dengan jelas otot-otot terlatih dibalik seragam mereka itu. Tonjolan besar di selangkangan mereka membuat kontol Andre ngaceng berat. Untuk menuntaskan birahinya yang memuncak, Andre melakukan onani di kamarnya, ia belum berani untuk mengajak mereka berhubungan sex ketika itu dan sampai saat ini. Andre selalu berharap suatu saat dia bisa ngerjain kedua ajudan itu.

Berdiri dekat-dekat Mas Dharma membuat birahi Andre semakin meningkat. Batang kontolnya sudah berdenyut-denyut. Ia tak mau ngecret sambil berdiri karena horny ngelihatin Mas Dharma karena itu Andre segera meninggalkan ajudan itu. Dalam pikirannya kemudian, lebih baik dia segera menuju rumah Calvin. Disana ia bisa menuntaskan hasratnya pada temannya itu sebelum mereka berangkat ke sekolah untuk main basket.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Calvin, bayangan lekuk-lekuk tubuh Mas Dharma, menari-nari di benak Andre. Apalagi ketika tadi Mas Dharma nungging mengelap mobil, bongkahan buah pantat sang ajudan yang montok itu benar-benar membuatnya ngiler.

Andre hampir tiba di rumah Calvin ketika tiba-tiba tersadar kalo ransel olah raganya tak tersandang dipunggungnya. Gara-gara mengamati sang ajudan ia terlupa mengambilnya lagi saat pergi. Andre segera memutar laju sepeda motornya kembali ke rumahnya. Gimana dia mau main basket kalo pakaian basket tak dibawanya.

Tak sampai lima belas menit, Andre sudah kembali ke rumah. Dilihatnya mobil sedan sang mama yang mengkilap masih terparkir dengan rapi di garasi.

“Dasar mama, beres-beres aja lama banget,” pikirnya. Dicarinya ranselnya di garasi, namun tak ditemukannya disana. Kemana ya? Pikir Andre. Ia menuju dapur mencari Mbak Minah, pembantu rumahnya. Barangkali pembantunya itu menyimpan tasnya.

“Eh, Mas Andre. Gak jadi perginya Mas?” tanya Mbak Minah.

“Tadi udah pergi. Tapi ransel saya ketinggalan. Mbak ada lihat gak?”

“Gak ada Mas. Memangnya tadi Mas Andre tinggalin dimana?”

“Di garasi, waktu Mas Dharma nyuci mobil tadi,”

“Mungkin dibawa sama Mas Dharma kalo gitu,”

“Mas Dharma kemana Mbak?”

“Mungkin di kamarnya Mas, kan mau pergi dengan ibu,”

Andre segera menuju kamar Mas Dharma. Tapi tak ada orang disana. Ia hanya menemukan dua tempat tidur yang kosong, milik Mas Dharma dan Mas Fadly. Kamar mandi didalam ruangan kamar itu juga kosong. Ia kembali ke dapur menemui Mbak Minah.

“Gak ada Mbak, kemana ya?”

“Coba liat di ruang kerja Bapak Mas. Tadi ibu menyuruh saya memanggil Mas Dharma sebentar ke ruang kerja Bapak. Siapa tau masih disitu. Coba diliat dulu Mas,”

Andre menuju ruang kerja papanya yang terletak disamping kamar tidur kedua orang tuanya. Sesampainya disana dilihatnya pintu kamar kerja sang papa tertutup. Ia memutar gerendel pintu, ternyata terkunci.

Andre kemudian menuju kamar kedua orang tuanya. Barangkali mamanya masih di kamar itu beres-beres. Ia bisa bertanya tentang keberadaan Mas Dharma pada mamanya. Diputarnya gerendel pintu kamar, ternyata tidak terkunci. Andre segera memasuki kamar besar itu. Mamanya tidak terlihat duduk di meja riasnya. Matanya menelusuri seluruh isi kamar. Kosong. Pintu kamar mandi mamanya terbuka, tak ada orang disana.

Matanya kemudian tertumbuk pada pintu penghubung antara ruang kerja papanya dengan kamar tidur kedua orang tuanya itu. Pintu itu dilihatnya terbuka sedikit. Andre mendekati pintu itu. Barangkali mamanya ada disana, pikirnya. Ketika langkahnya semakin dekat dengan pintu kamar itu, telinganya tiba-tiba menangkap suara-suara dari ruang kerja papanya. Ia menghentikan langkahnya, mencoba berkonsentrasi mendengarkan suara itu. Tiba-tiba jantung Andre berdegup dengan keras. Perasaannya mulai tidak enak. Suara yang didengarnya itu adalah suara-suara erangan-erangan tertahan, milik laki-laki dan perempuan.

Andre semakin mendekat ke pintu kamar yang terkuak itu. Ia mElongokkan kepalanya sedikit ke celah pintu yang terbuka. Andre melihat kedalam dan serta-merta mElotot begitu melihat pemandangan di dialam ruang kerja papanya itu.

Diatas meja kerja papanya, dua manusia lain jenis dalam keadaan bugil penuh peluh sedang asik memacu birahi dengan penuh nafsu. Kedua manusia itu tiada lain tiada bukan adalah mamanya dan Mas Dharma sang ajudan! Kaki Andre langsung lemas, jantungnya serasa copot.

Dari tempatnya berdiri ia dapat melihat sang mama sedang ditindih oleh Mas Dharma. Mama Andre telentang dengan kaki mengangkang lebar diatas meja, sedangkan diatasnya Mas Dharma melakukan genjotan pantat dengan gerakan yang cepat dan keras sambil bibirnya melumat bibir sang mama dengan buas. Meskipun ia tak bisa melihat batang kontol Mas Dharma, karena terhalang oleh paha mamanya, namun ia yakin seyakin-yakinnya, batang kontol milik ajudan ganteng itu sedang mengebor lobang memek mamanya tanpa ampun. Baik mamanya maupun Mas Dharma sama-sama mengerang-erang keenakan.

Andre tak pernah menyangka akan menyaksikan peristiwa ini. Ia tak pernah menyangka mamanya akan melakukan zinah dengan ajudan papanya sendirinya. Mamanya yang selama ini dikenalnya sebagai aktivis kegiatan sosial dan selalu berbicara soal norma-norma moral, ternyata melakukan perselingkuhan di ruang kerja milik suaminya sendiri!

Andre tidak tahu harus melakukan apa. Ia sangat marah. Mukanya merah, tangannya mengepal-ngepal menahan amarah yang membara. Ia menarik kepalanya dari celah kamar. Dengan kesal dihempaskannya tubuhnya ke atas tempat tidur orang tuanya. Dari ruang kerja papanya terdengar racauan-racauan mesum dari mulut mamanya dan sang ajudan.

“Ohhhhh… ohhhhhhhhh… enakkkkhhhhh… terusssssshhhhhh…,” racau mamanya.

“Hihhh… hihhh… apahhh… yang enakhhh… hihhh… buh…,”

“Konthollllsshhhhh… kamuhhhh… Dahrmahhh… ouhhhhhhh…,”

“Ibuh sukahh… hihhh… ouhhh… ouhhh… sukahhh??”

“Sukahhh… besar… bangethhhh… ouh… Dharmahh…,”

“Hihh… mememkhhhh… ibuhhh… jugahhh… enakkk… buhhh… ohhhh…,”

“Enakhhh????? Benar… enakhh… Darmahhh…?”

“Yahhh… iyahhh… buhhh….”

Meskipun sangat marah, racauan yang didengarnya itu membuat Andre terangsang. Birahinya bangkit. Akhirnya meskipun dilanda kemarahan, remaja ganteng itu kembali mendekati pintu penghubung kamar. Ia kembali mengintip persenggamaan mesum mamanya dan Mas Dharma. Persenggamaan mereka sangat bersemangat dan kasar, racauan mereka benar-benar sangat merangsang. Kontol Andre mengeras. Andre kemudian menyusupkan tangannya ke balik celananya, meremas-remas batang kontolnya sendiri.

“Enakhhh… manah… samah… ohhhh… memmek… bu… menterihh… ohhhhh…,” racau mamanya lagi.

“Enakkhhhhh… mememkhhhh… ibuhhh…,”

“Mmmasakhhh sihhh… Dharamahhh… oohhhh… yesshhhhh… disituhhh… ahhhh…,”

“Iyahh… buhhh… masih… serethhh… ohhh… njepithhhh…,”

Andre kaget mendengar racauan itu. Tak disangkanya ternyata Mas Dharma ini pernah ngentot sama istri menteri juga rupanya.

“Kalauhhhh… samahh… memek… Fenihhh… pacarhhhhh… kamuhh…?”

“Ohhhh… samah… samahh… enaknyahhhh…, buh… ohh…,”

“Dasarhhhh… sshhhhh… gombalhhhh… ouhhhh…,”

“Ohhh… ohhhh… ohhhh… yahhh… ohhh…,”

“Kerashhhhh… oohhhhh… besarhhhhh bangethhhhh… ohhhh…,”

“Besar manahhh buhhhh… sama kontolhhhsshhhhh… Fadlyhhh… ohhh…,”

“Samahh… samahh… sayanghhhh… ohhhh… yesshhhh….”

Mas Fadly????!!!! Andre kaget luar biasa. Mamanya juga sudah pernah ngerasain batang kontol ajudan papanya yang satu lagi itu rupanya.

Beberapa saat kemudian sang mama dan Mas Dharma berganti posisi. Mas Dharma tidur telentang diatas meja kerja dengan kedua pahanya yang kokoh dan berbulu itu menjuntai ke bawah. Sang mama kemudian duduk diatas selangkangan Mas Dharma. Saat Mas Dharma mengatur posisi, Andre sempat melihat barang perkasa Mas Dharma dengan jelas. Benar-benar besar, gemuk dan panjang dihiasi dengan bulu jembut yang lebat. Panjangnya sekitar dua puluh centimeter. Pantes aja mamanya keenakan banget.

Andre membayangkan bagaimana bila kontol besar milik Mas Dharma itu membetot lobang pantatnya. Pasti gesekannya terasa banget. Lebih terasa dari punya si Wisnu, teman basketnya yang putra bali itu. Tiba-tiba muncul pikiran nakal di benak Andre. Ia pengen ngerjain mamanya dan sang ajudan. Dikeluarkannya ponsel mungilnya yang memiliki fasilitas videophone itu dari saku celananya. Sambil terus meremas-remas kontolnya sendiri, Andre merekam persenggamaan mesum mamanya dan Mas Dharma itu.

Sang mama menggenjotkan pantatnya naik turun dengan keras. Mas Dharma membalas dengan genjotan pantat yang tak kalah keras. Suara tepokan terdengar keras. “Plokkk… plokkkk… plokkkk… plokkkk…,”

Kamar kerja Papa Andre diramaikan dengan suara-suara erangan, jeritan, desahan dari mulut mamanya dan Mas Dharma.

“Hahh… hahhhh… hahhhh… ohhhhhh… tekan lebihhhh… dalamhhhh,” erangan Mas Dharma kedua tangannya meremas-remas toket Mama Andre.

“Hihhh… beginihhh… hihhh…,”

“Lagihhhhh… ohohhhh… ahhhh… ahhhh…,”

“Hihhh… beginihh… ohhhhhhhhhh…,”

“Yeshhhhh… yeshhhh… terusshhhhh… ohhhhh… ohhhhh…,”

Tiba-tiba tubuh Mas Dharma yang tadi berbaring bangkit. Dalam posisi tubuh menekuk, kepalanya bersarang di toket sang mama yang besar dan bergoyang-goyang akibat genjotan yang mereka lakukan. Dengan buas Mas Dharma mengisap pentil toket sang mama yang kemerahan.

“Ohhhh… Dharmahhh… nakalhhhhh kamuhhhh… ohhhhhhhh… enakhhh…,” mama meracau semakin menggila. Kepalanya bergoyang ke kiri ke kanan. Rambut sebahunya yang basah oleh keringat berkibar-kibar. Mama Andre benar-benar keenakan. Kedua tangan sang mama memeluk punggung lebar Mas Dharma dengan kuat.

Tak sampai lima menit dalam posisi seperti itu. Tiba-tiba genjotan mama berhenti. Mulutnya meraung keras. Pantatnya bergetar menekan keras menggencet selangkangan Mas Dharma. Tubuhnya yang basah oleh keringat berkElojotan.

“Ahhhhhhhhhh… akuhhhh sampaihhhhh… ouhhhhhhh…,” erangnya. Mas Dharma terus menyelomoti toket sang mama. Semenit kemudian kepala sang mama terlihat bertumpu ke bahu Mas Dharma. Ia lemas karena orgasmenya.

“Saya lanjuthhhh yah buhh…,” kata Mas Dharma minta ijin melanjutkan. Soalnya orgasmenya belum datang.

“Silakan Dharmahhh… ohh…,” suara sang mama terdengar lemas. Mas Dharma kemudian turun dari meja kerja itu. Tanpa melepaskan kontolnya dari lobang memek sang mama, Mas Dharma membopong tubuh sang mama kemudian membaringkannya telentang diatas lantai yang berkarpet. Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya menyetubuhi sang mama. Andre bisa melihat tubuh mamanya yang lemas itu dikentot Mas Dharma dengan penuh keperkasaan.

“Sakit buhhh… ahhh…?”

“Terus sayanghhhhh… saya istirahat sebentar ahhhh… Kamuhhh terusshhh ajahhhhhh… ohhhhhhh…,”

Tak sampai lima menit sang mama kembali bergairah. Pantatnya kembali bergerak-gerak dengan luwes membalas gerakan Mas Dharma. Rupanya sang mama tak mau hanya menjadi objek. Tiba-tiba ia membalikkan posisi, untuk kemudian menindih tubuh atletis sang ajudan ganteng yang bersimbah keringat. Dengan penuh semangat sang mama kemudian menggenjot pantatnya naik turun mengocok batang kontol Mas Dharma dengan memeknya yang basah dengan cairan lendirnya sendiri, sambil menciumi bibir ajudan muda ganteng itu dengan binal. Dari mulutnya keluar erangan-erangan. “urghhhh… urghhhh… yahhh… yahhh,”

“Ohhhh… ibuhhhh… Ohhhh… buashhhh… banget… ohhhhhh…,” racau Mas Dharma.

“Kamuhhh…sukahhh… kanhhhhhh…,”

Begitulah. Permainan cabul antara mamanya Andre dan Mas Dharma yang memakan waktu tak kurang dari dua jam itu akhirnya usai dengan skor 5-2 untuk kemenangan Mas Dharma. Maksudnya, sang mama ngecret lima kali, sedangkan Mas Dharma ngecret dua kali saja didalam memek sang mama.

Andre sendiri ngecret dua kali. Sperma kentalnya melumuri daun pintu kamar penghubung. Ia sangat terangsang menyaksikan live show sang mama dan Mas Dharma. Ia tak sabar untuk segera dapat mengerjai sang ajudan yang gila ngentot itu. Dengan tubuh yang masih terasa lemas akibat orgasme, perlahan-lahan Andre meninggalkan kamar orang tuanya. Spermanya yang menempel di daun pintu kamar dibersihkannya terlebih dahulu. Saat meninggalkan kamar, Andre, masih sempat melirik mamanya dan Mas Dharma yang berbaring saling berpelukan di lantai. Keduanya terlihat sangat lelah.

Andre segera melaju kembali dengan sepeda motornya menuju rumah Calvin. Sepanjang perjalanan ia menyusun rencana untuk mengerjai mamanya dan Mas Dharma nanti. Ia tersenyum-senyum cabul membayangkan rencananya itu.

Setiba di rumah Calvin, teman sekolahnya itu sudah menunggu di teras sambil duduk santai membaca majalah remaja. Calvin menggenakan t-shirt putih polos dan celana jeans biru plus topi pet hitam. Wajah gantengnya tersenyum senang menyambut kedatangan Andre.

“Kok telat Ndre?” tanyanya.

“Sorry Vin. Ada urusan sama mama tadi,” jawab Andre nyengir. “Kita langsung cabut aja yuk. Udah hampir jam sepuluh nih,”

Calvin mengiyakan, segera ia duduk di boncengan, rapat di belakang tubuh Andre. Tangannya diletakkannya di paha Andre. Kemudian kedua remaja SMA itu melaju menuju sekolah mereka.

“Kok gak bawa baju olah raga Vin?” tanya Andre di tengah perjalanan.

“Gak usahlah. Gue kan bukan anak basket. Kesana juga cuman mau liat permainan basket doang,” jawabnya.

“Liat permainannya, atau liat pemainnya nih?” tanya Andre menggoda.

“Dua-duanya. Hehehe,”

“Vin, ini perasaan Gue aja atau emang bener sih?”

“Maksud Lo?”

“Elo ngaceng ya? Kok rasanya ngeganjal nih di bokong Gue,”

“Enak aja!”

Andre tertawa ngakak. Sementara Calvin tersenyum malu di boncengan. Kontolnya memang sudah ngaceng sejak nungguin Andre dari tadi. Ia tak sabar menantikan apa yang akan terjadi nanti di sekolah.

Bersambung

0 komentar: