Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi
Edited by: Edy Cahyadi
Seminggu kemudian, pada satu hari Minggu pagi yang cerah. Andre dan mamanya sedang duduk berhadapan di meja makan. Mereka berdua
sedang sarapan. Biasanya, sarapan hari minggu dilakukan bertiga dengan
Papa Andre. Sedangkan pada hari-hari lain tidak ada kesempatan untuk
dapat sarapan bersama seperti hari minggu pagi, apalagi makan siang atau
makan malam. Kesibukan kedua orang tuanya, menyebabkan acara kumpul
bersama sekalian sarapan hanya bisa dilakukan pada hari minggu pagi.
Papa Andre adalah seorang direktur jenderal di Departemen Dalam
Negeri. Kesehariannya selalu disibukkan dengan kegiatan kantor yang
sangat padat. Sedangkan Mama Andre aktif di berbagai kegiatan sosial
yang selalu sibuk dengan urusan arisan, anak-anak panti asuhan,
anak-anak jalanan, anak-anak pengungsi Aceh, Maluku dan segala macam
anak-anak lainnya. Akhirnya Andre, anak semata wayang papa dan mamanya,
malah kurang diperhatikan jadinya.
Ketidakhadiran Papa Andre dalam acara sarapan minggu pagi ini karena
sedang melakukan kunjungan ke daerah. Kata papanya melakukan peninjauan
atas pelaksanaan otonomi daerah di tiga propinsi dan paling cepat
kunjungan itu baru berakhir minggu depan. Meskipun kadangkala Andre merasa sedih karena sering ditinggal
sendirian di rumah, namun dibalik itu ia menikmati juga kesibukan kedua
orang tuanya itu. Rumah yang selalu sepi membuatnya punya banyak
kesempatan untuk memuas-muaskan nafsunya di rumah. Ia bisa melakukannya
dengan Cindy, sang pacar, atau dengan Calvin, atau juga rame-rame dengan
teman-temannya dari Tim Basket SMA Dwi Warna.
“Hari ini pergi lagi Ma?” tanya Andre berbasa-basi meskipun ia tahu
pasti, sesudah sarapan mamanya akan ngeluyur dari rumah dan baru pulang
hampir tengah malam seperti biasanya.
“Iya sayang. Kamu kan tahu, Saudara-saudara kita di Aceh masih sangat
membutuhkan uluran tangan kita. Mama sibuk banget mengurusi pengiriman
bantuan untuk mereka disana sayang,” jawab mamanya sambil menampilkan
senyum penuh kebijakan.
“Harus itu Ma. Kitakan emang wajib membantu orang-orang yang
membutuhkan. O ya Ma, Andre juga mau pergi nih abis sarapan,” kata
Andre.
“Belajar bersama Calvin lagi?” tanya mama sambil memasukkan sepotong
roti bakar ke dalam mulutnya yang memiliki bibir tipis. Diusia yang
hampir empat puluh tahun, Mama Andre masih kelihatan cantik. Tubuhnya
padat seperti gadis usia dua puluh tahunan saja. Gimana enggak, sang
mama kan rajin fitness dan makan makanan suplemen plus minum jamu untuk
menjaga stamina dan kekencangan otot serta kulitnya.
“Enggak Ma. Maen basket sama anak-anak,”
“Lho, kamu kan udah dekat ujian akhir sayang. Kok bukannya belajar dengan Calvin, malah maen basket?”
“Ini juga main basketnya bareng Calvin kok Ma,”
“O, gitu toh?”
“Iya. Kata Calvin, sekali-kali perlu refreshing juga agar pikiran tidak butek karena belajar terus-menerus. Selain itu kesegaran tubuh kan harus dijaga ma,”
“Kalau gitu mama setuju. Tapi Andre harus ingat ya sayang, belajarnya
harus rajin. Supaya bisa lulus dengan nilai baik di ujian akhir nanti.
Kalo nilai kamu kurang bagus, cita-cita kamu untuk masuk Akademi
Angkatan Udara kan bisa gagal sayang,”
“Beres Ma. Mama jangan lupa doain Andre selalu ya,”
“Pasti sayang,” jawab mamanya. Andre melahap potongan roti bakarnya yang terakhir. Kemudian
berpamitan pada mamanya. “Andre pergi duluan ya Ma. Mama kapan
berangkatnya?” tanya Andre sambil mencium pipi mamanya.
“Bentar lagi. Mama kan belum beres-beres sayang,”
“Pergi sama Mas Dharma, Ma?”
“Iya dong sayang. Abis sama siapa lagi. Kan supir mama cuman dia satu-satunya,”
“Oke deh Ma. Andre berangkat kalo gitu,” kata Andre pamitan, disandangkannya ransel olah raga ke bahunya.
“Hati-hati sayang,” pesan sang mama.
Andre menuju garasi di samping rumah untuk mengambil sepeda motornya.
Ia bertemu dengan Mas Dharma di depan pintu garasi. Supir mamanya itu
sedang asik berbasah-basah ria, mencuci sedan milik mamanya.
“Selamat pagi Mas Andre,” sapa Mas Dharma ramah pada Andre. Ajudan
mamanya itu memamerkan senyum manis berhiaskan deretan giginya yang rapi
dan putih.
“Pagi Mas Dharma. Masih nyuci mobil Mas? Mama udah mau berangkat tuh,”
“Waduh, Mas harus buru-buru kalo gitu,” jawabnya. Kemudian ia sibuk
mengelap mobil sedan itu dengan kain yang masih kering. Andre memandangi
cowok itu dengan serius. Gimana gak serius, Mas Dharma ini orangnya
ganteng. Bodynya putih bersih dan kekar. Saat ini ia hanya menggenakan
celana pendek tanpa atasan, memamerkan dada bidangnya yang dihiasi
bulu-bulu halus nan lebat.
Dengan cueknya didepan Andre, Mas Dharma mengangkat-angkat tangannya
yang berotot itu saat mengelap atap mobil. Bulu-bulu lebat di lipatan
ketiaknya yang putih itu terpampang jelas di mata Andre. Membuat jakun
remaja ganteng itu naik turun menahan nafsu. Rencana Andre untuk segera
meluncur menuju rumah Calvin akhirnya tertunda. Andre merasa sayang
kehilangan kesempatan menikmati pemandangan bagus didepan matanya ini.
Pelan-pelan ransel yang tadi sudah disandangnya diletakkannya di lantai.
Ia mendekati Mas Dharma, pura-pura mengamati kegiatan mencuci mobil
supir ganteng itu.
“Mas, bagian atas ini masih basah nih,” komentarnya untuk
menghilangkan kecurigaan Mas Dharma. Mata Andre liar mengamati ajudan
ganteng itu.
Mas Dharma ini sebenarnya adalah salah satu dari dua orang ajudan
papanya Andre yang bertugas di rumah mereka. Usianya masih muda, baru 24
tahun. Asli Manado. Dia lulusan STPDN. Demikian juga Mas Fadly ajudan
Papa Andre yang satu lagi, yang saat ini mendampingi sang papa
melaksanakan tugas ke daerah. Mereka berdua bertugas sejak sang papa
diangkat menjadi dirjen.
Kedua ajudan ini sama-sama kekar. Maklum aja ketika pendidikan dulu
mereka kan dididik semi militer yang penuh kegiatan fisik. Keduanya juga
beruntung karena memiliki paras yang ganteng. Saat sang papa
memperkenalkan kedua ajudan itu kepadanya, Andre blingsatan. Waktu itu
keduanya datang dengan menggenakan seragam semi ketat. Andre dapat
melihat dengan jelas otot-otot terlatih dibalik seragam mereka itu.
Tonjolan besar di selangkangan mereka membuat kontol Andre ngaceng
berat. Untuk menuntaskan birahinya yang memuncak, Andre melakukan onani
di kamarnya, ia belum berani untuk mengajak mereka berhubungan sex
ketika itu dan sampai saat ini. Andre selalu berharap suatu saat dia
bisa ngerjain kedua ajudan itu.
Berdiri dekat-dekat Mas Dharma membuat birahi Andre semakin
meningkat. Batang kontolnya sudah berdenyut-denyut. Ia tak mau ngecret
sambil berdiri karena horny ngelihatin Mas Dharma karena itu
Andre segera meninggalkan ajudan itu. Dalam pikirannya kemudian, lebih
baik dia segera menuju rumah Calvin. Disana ia bisa menuntaskan
hasratnya pada temannya itu sebelum mereka berangkat ke sekolah untuk
main basket.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Calvin, bayangan lekuk-lekuk
tubuh Mas Dharma, menari-nari di benak Andre. Apalagi ketika tadi Mas
Dharma nungging mengelap mobil, bongkahan buah pantat sang ajudan yang
montok itu benar-benar membuatnya ngiler.
Andre hampir tiba di rumah Calvin ketika tiba-tiba tersadar kalo
ransel olah raganya tak tersandang dipunggungnya. Gara-gara mengamati
sang ajudan ia terlupa mengambilnya lagi saat pergi. Andre segera
memutar laju sepeda motornya kembali ke rumahnya. Gimana dia mau main
basket kalo pakaian basket tak dibawanya.
Tak sampai lima belas menit, Andre sudah kembali ke rumah. Dilihatnya
mobil sedan sang mama yang mengkilap masih terparkir dengan rapi di
garasi.
“Dasar mama, beres-beres aja lama banget,” pikirnya. Dicarinya
ranselnya di garasi, namun tak ditemukannya disana. Kemana ya? Pikir
Andre. Ia menuju dapur mencari Mbak Minah, pembantu rumahnya. Barangkali
pembantunya itu menyimpan tasnya.
“Eh, Mas Andre. Gak jadi perginya Mas?” tanya Mbak Minah.
“Tadi udah pergi. Tapi ransel saya ketinggalan. Mbak ada lihat gak?”
“Gak ada Mas. Memangnya tadi Mas Andre tinggalin dimana?”
“Di garasi, waktu Mas Dharma nyuci mobil tadi,”
“Mungkin dibawa sama Mas Dharma kalo gitu,”
“Mas Dharma kemana Mbak?”
“Mungkin di kamarnya Mas, kan mau pergi dengan ibu,”
Andre segera menuju kamar Mas Dharma. Tapi tak ada orang disana. Ia
hanya menemukan dua tempat tidur yang kosong, milik Mas Dharma dan Mas
Fadly. Kamar mandi didalam ruangan kamar itu juga kosong. Ia kembali ke
dapur menemui Mbak Minah.
“Gak ada Mbak, kemana ya?”
“Coba liat di ruang kerja Bapak Mas. Tadi ibu menyuruh saya memanggil
Mas Dharma sebentar ke ruang kerja Bapak. Siapa tau masih disitu. Coba
diliat dulu Mas,”
Andre menuju ruang kerja papanya yang terletak disamping kamar tidur
kedua orang tuanya. Sesampainya disana dilihatnya pintu kamar kerja sang
papa tertutup. Ia memutar gerendel pintu, ternyata terkunci.
Andre kemudian menuju kamar kedua orang tuanya. Barangkali mamanya
masih di kamar itu beres-beres. Ia bisa bertanya tentang keberadaan Mas
Dharma pada mamanya. Diputarnya gerendel pintu kamar, ternyata tidak
terkunci. Andre segera memasuki kamar besar itu. Mamanya tidak terlihat
duduk di meja riasnya. Matanya menelusuri seluruh isi kamar. Kosong.
Pintu kamar mandi mamanya terbuka, tak ada orang disana.
Matanya kemudian tertumbuk pada pintu penghubung antara ruang kerja
papanya dengan kamar tidur kedua orang tuanya itu. Pintu itu dilihatnya
terbuka sedikit. Andre mendekati pintu itu. Barangkali mamanya ada
disana, pikirnya. Ketika langkahnya semakin dekat dengan pintu kamar
itu, telinganya tiba-tiba menangkap suara-suara dari ruang kerja
papanya. Ia menghentikan langkahnya, mencoba berkonsentrasi mendengarkan
suara itu. Tiba-tiba jantung Andre berdegup dengan keras. Perasaannya
mulai tidak enak. Suara yang didengarnya itu adalah suara-suara
erangan-erangan tertahan, milik laki-laki dan perempuan.
Andre semakin mendekat ke pintu kamar yang terkuak itu. Ia
mElongokkan kepalanya sedikit ke celah pintu yang terbuka. Andre melihat
kedalam dan serta-merta mElotot begitu melihat pemandangan di dialam
ruang kerja papanya itu.
Diatas meja kerja papanya, dua manusia lain jenis dalam keadaan bugil
penuh peluh sedang asik memacu birahi dengan penuh nafsu. Kedua manusia
itu tiada lain tiada bukan adalah mamanya dan Mas Dharma sang ajudan!
Kaki Andre langsung lemas, jantungnya serasa copot.
Dari tempatnya berdiri ia dapat melihat sang mama sedang ditindih
oleh Mas Dharma. Mama Andre telentang dengan kaki mengangkang lebar
diatas meja, sedangkan diatasnya Mas Dharma melakukan genjotan pantat
dengan gerakan yang cepat dan keras sambil bibirnya melumat bibir sang
mama dengan buas. Meskipun ia tak bisa melihat batang kontol Mas Dharma,
karena terhalang oleh paha mamanya, namun ia yakin seyakin-yakinnya,
batang kontol milik ajudan ganteng itu sedang mengebor lobang memek
mamanya tanpa ampun. Baik mamanya maupun Mas Dharma sama-sama
mengerang-erang keenakan.
Andre tak pernah menyangka akan menyaksikan peristiwa ini. Ia tak
pernah menyangka mamanya akan melakukan zinah dengan ajudan papanya
sendirinya. Mamanya yang selama ini dikenalnya sebagai aktivis kegiatan
sosial dan selalu berbicara soal norma-norma moral, ternyata melakukan
perselingkuhan di ruang kerja milik suaminya sendiri!
Andre tidak tahu harus melakukan apa. Ia sangat marah. Mukanya merah,
tangannya mengepal-ngepal menahan amarah yang membara. Ia menarik
kepalanya dari celah kamar. Dengan kesal dihempaskannya tubuhnya ke atas
tempat tidur orang tuanya. Dari ruang kerja papanya terdengar
racauan-racauan mesum dari mulut mamanya dan sang ajudan.
“Ohhhhh… ohhhhhhhhh… enakkkkhhhhh… terusssssshhhhhh…,” racau mamanya.
“Hihhh… hihhh… apahhh… yang enakhhh… hihhh… buh…,”
“Konthollllsshhhhh… kamuhhhh… Dahrmahhh… ouhhhhhhh…,”
“Ibuh sukahh… hihhh… ouhhh… ouhhh… sukahhh??”
“Sukahhh… besar… bangethhhh… ouh… Dharmahh…,”
“Hihh… mememkhhhh… ibuhhh… jugahhh… enakkk… buhhh… ohhhh…,”
“Enakhhh????? Benar… enakhh… Darmahhh…?”
“Yahhh… iyahhh… buhhh….”
Meskipun sangat marah, racauan yang didengarnya itu membuat Andre
terangsang. Birahinya bangkit. Akhirnya meskipun dilanda kemarahan,
remaja ganteng itu kembali mendekati pintu penghubung kamar. Ia kembali
mengintip persenggamaan mesum mamanya dan Mas Dharma. Persenggamaan
mereka sangat bersemangat dan kasar, racauan mereka benar-benar sangat
merangsang. Kontol Andre mengeras. Andre kemudian menyusupkan tangannya
ke balik celananya, meremas-remas batang kontolnya sendiri.
“Enakhhh… manah… samah… ohhhh… memmek… bu… menterihh… ohhhhh…,” racau mamanya lagi.
“Enakkhhhhh… mememkhhhh… ibuhhh…,”
“Mmmasakhhh sihhh… Dharamahhh… oohhhh… yesshhhhh… disituhhh… ahhhh…,”
“Iyahh… buhhh… masih… serethhh… ohhh… njepithhhh…,”
Andre kaget mendengar racauan itu. Tak disangkanya ternyata Mas Dharma ini pernah ngentot sama istri menteri juga rupanya.
“Kalauhhhh… samahh… memek… Fenihhh… pacarhhhhh… kamuhh…?”
“Ohhhh… samah… samahh… enaknyahhhh…, buh… ohh…,”
“Dasarhhhh… sshhhhh… gombalhhhh… ouhhhh…,”
“Ohhh… ohhhh… ohhhh… yahhh… ohhh…,”
“Kerashhhhh… oohhhhh… besarhhhhh bangethhhhh… ohhhh…,”
“Besar manahhh buhhhh… sama kontolhhhsshhhhh… Fadlyhhh… ohhh…,”
“Samahh… samahh… sayanghhhh… ohhhh… yesshhhh….”
Mas Fadly????!!!! Andre kaget luar biasa. Mamanya juga sudah pernah
ngerasain batang kontol ajudan papanya yang satu lagi itu rupanya.
Beberapa saat kemudian sang mama dan Mas Dharma berganti posisi. Mas
Dharma tidur telentang diatas meja kerja dengan kedua pahanya yang kokoh
dan berbulu itu menjuntai ke bawah. Sang mama kemudian duduk diatas
selangkangan Mas Dharma. Saat Mas Dharma mengatur posisi, Andre sempat
melihat barang perkasa Mas Dharma dengan jelas. Benar-benar besar, gemuk
dan panjang dihiasi dengan bulu jembut yang lebat. Panjangnya sekitar
dua puluh centimeter. Pantes aja mamanya keenakan banget.
Andre membayangkan bagaimana bila kontol besar milik Mas Dharma itu
membetot lobang pantatnya. Pasti gesekannya terasa banget. Lebih terasa
dari punya si Wisnu, teman basketnya yang putra bali itu. Tiba-tiba muncul pikiran nakal di benak Andre. Ia pengen ngerjain
mamanya dan sang ajudan. Dikeluarkannya ponsel mungilnya yang memiliki
fasilitas videophone itu dari saku celananya. Sambil terus
meremas-remas kontolnya sendiri, Andre merekam persenggamaan mesum
mamanya dan Mas Dharma itu.
Sang mama menggenjotkan pantatnya naik turun dengan keras. Mas Dharma
membalas dengan genjotan pantat yang tak kalah keras. Suara tepokan
terdengar keras. “Plokkk… plokkkk… plokkkk… plokkkk…,”
Kamar kerja Papa Andre diramaikan dengan suara-suara erangan, jeritan, desahan dari mulut mamanya dan Mas Dharma.
“Hahh… hahhhh… hahhhh… ohhhhhh… tekan lebihhhh… dalamhhhh,” erangan Mas Dharma kedua tangannya meremas-remas toket Mama Andre.
“Hihhh… beginihhh… hihhh…,”
“Lagihhhhh… ohohhhh… ahhhh… ahhhh…,”
“Hihhh… beginihh… ohhhhhhhhhh…,”
“Yeshhhhh… yeshhhh… terusshhhhh… ohhhhh… ohhhhh…,”
Tiba-tiba tubuh Mas Dharma yang tadi berbaring bangkit. Dalam posisi
tubuh menekuk, kepalanya bersarang di toket sang mama yang besar dan
bergoyang-goyang akibat genjotan yang mereka lakukan. Dengan buas Mas
Dharma mengisap pentil toket sang mama yang kemerahan.
“Ohhhh… Dharmahhh… nakalhhhhh kamuhhhh… ohhhhhhhh… enakhhh…,” mama
meracau semakin menggila. Kepalanya bergoyang ke kiri ke kanan. Rambut
sebahunya yang basah oleh keringat berkibar-kibar. Mama Andre
benar-benar keenakan. Kedua tangan sang mama memeluk punggung lebar Mas
Dharma dengan kuat.
Tak sampai lima menit dalam posisi seperti itu. Tiba-tiba genjotan
mama berhenti. Mulutnya meraung keras. Pantatnya bergetar menekan keras
menggencet selangkangan Mas Dharma. Tubuhnya yang basah oleh keringat
berkElojotan.
“Ahhhhhhhhhh… akuhhhh sampaihhhhh… ouhhhhhhh…,” erangnya. Mas Dharma
terus menyelomoti toket sang mama. Semenit kemudian kepala sang mama
terlihat bertumpu ke bahu Mas Dharma. Ia lemas karena orgasmenya.
“Saya lanjuthhhh yah buhh…,” kata Mas Dharma minta ijin melanjutkan. Soalnya orgasmenya belum datang.
“Silakan Dharmahhh… ohh…,” suara sang mama terdengar lemas. Mas
Dharma kemudian turun dari meja kerja itu. Tanpa melepaskan kontolnya
dari lobang memek sang mama, Mas Dharma membopong tubuh sang mama
kemudian membaringkannya telentang diatas lantai yang berkarpet.
Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya menyetubuhi sang mama.
Andre bisa melihat tubuh mamanya yang lemas itu dikentot Mas Dharma
dengan penuh keperkasaan.
“Sakit buhhh… ahhh…?”
“Terus sayanghhhhh… saya istirahat sebentar ahhhh… Kamuhhh terusshhh ajahhhhhh… ohhhhhhh…,”
Tak sampai lima menit sang mama kembali bergairah. Pantatnya kembali
bergerak-gerak dengan luwes membalas gerakan Mas Dharma. Rupanya sang
mama tak mau hanya menjadi objek. Tiba-tiba ia membalikkan posisi, untuk
kemudian menindih tubuh atletis sang ajudan ganteng yang bersimbah
keringat. Dengan penuh semangat sang mama kemudian menggenjot pantatnya
naik turun mengocok batang kontol Mas Dharma dengan memeknya yang basah
dengan cairan lendirnya sendiri, sambil menciumi bibir ajudan muda
ganteng itu dengan binal. Dari mulutnya keluar erangan-erangan.
“urghhhh… urghhhh… yahhh… yahhh,”
“Ohhhh… ibuhhhh… Ohhhh… buashhhh… banget… ohhhhhh…,” racau Mas Dharma.
“Kamuhhh…sukahhh… kanhhhhhh…,”
Begitulah. Permainan cabul antara mamanya Andre dan Mas Dharma yang
memakan waktu tak kurang dari dua jam itu akhirnya usai dengan skor 5-2
untuk kemenangan Mas Dharma. Maksudnya, sang mama ngecret lima kali,
sedangkan Mas Dharma ngecret dua kali saja didalam memek sang mama.
Andre sendiri ngecret dua kali. Sperma kentalnya melumuri daun pintu kamar penghubung. Ia sangat terangsang menyaksikan live show sang
mama dan Mas Dharma. Ia tak sabar untuk segera dapat mengerjai sang
ajudan yang gila ngentot itu. Dengan tubuh yang masih terasa lemas
akibat orgasme, perlahan-lahan Andre meninggalkan kamar orang tuanya.
Spermanya yang menempel di daun pintu kamar dibersihkannya terlebih
dahulu. Saat meninggalkan kamar, Andre, masih sempat melirik mamanya dan
Mas Dharma yang berbaring saling berpelukan di lantai. Keduanya
terlihat sangat lelah.
Andre segera melaju kembali dengan sepeda motornya menuju rumah
Calvin. Sepanjang perjalanan ia menyusun rencana untuk mengerjai mamanya
dan Mas Dharma nanti. Ia tersenyum-senyum cabul membayangkan rencananya
itu.
Setiba di rumah Calvin, teman sekolahnya itu sudah menunggu di teras
sambil duduk santai membaca majalah remaja. Calvin menggenakan t-shirt putih polos dan celana jeans biru plus topi pet hitam. Wajah gantengnya tersenyum senang menyambut kedatangan Andre.
“Kok telat Ndre?” tanyanya.
“Sorry Vin. Ada urusan sama mama tadi,” jawab Andre nyengir. “Kita langsung cabut aja yuk. Udah hampir jam sepuluh nih,”
Calvin mengiyakan, segera ia duduk di boncengan, rapat di belakang
tubuh Andre. Tangannya diletakkannya di paha Andre. Kemudian kedua
remaja SMA itu melaju menuju sekolah mereka.
“Kok gak bawa baju olah raga Vin?” tanya Andre di tengah perjalanan.
“Gak usahlah. Gue kan bukan anak basket. Kesana juga cuman mau liat permainan basket doang,” jawabnya.
“Liat permainannya, atau liat pemainnya nih?” tanya Andre menggoda.
“Dua-duanya. Hehehe,”
“Vin, ini perasaan Gue aja atau emang bener sih?”
“Maksud Lo?”
“Elo ngaceng ya? Kok rasanya ngeganjal nih di bokong Gue,”
“Enak aja!”
Andre tertawa ngakak. Sementara Calvin tersenyum malu di boncengan.
Kontolnya memang sudah ngaceng sejak nungguin Andre dari tadi. Ia tak
sabar menantikan apa yang akan terjadi nanti di sekolah.
Bersambung
0 komentar: