#1. Serial Andre dan Calvin (Andre dan Calvin)


Sabtu, 04 Mei 2013

Created and Story by: NicoLast
Edited by: Edy Cahyadi

Siapa tak kenal Andre? Semua orang di SMA Dwi Warna tahu kalo dia adalah cowok paling populer di sekolah. Tak ada yang bisa membantah kepopulerannya karena hampir semua persyaratan untuk disebut sebagai cowok populer dimiliki cowok itu. Kita mulai dari syarat pertama, yaitu fisik. Perpaduan darah Semarang asli dari papanya dengan mamanya yang blasteran Manado-Belanda membuat struktur wajah dan tubuh Andre bisa dikatakan sempurna.

Pahatan otot ditubuhnya sangat bagus, ramping dan atletis dengan tinggi sekitar 180 sentimeter. Pokoknya Richard Kevin yang maen di Film “Get Merried” atau Fernando Surya alias Nando yang memenangkan kontes “L-Men of The Year 2007” atau Christian Sugiono yang pacarnya Titi Kamal itu, putus semua deh kalau dibandingin dengan Andre.

Sekarang syarat kedua, tajir. Andre punya orang tua yang tajir. Otomatiskan dia jadi ketiban tajir juga. Meski tajir, Andre tidak sombong. Ketidak sombongannya itu membuat Andre sekaligus memiliki syarat ketiga dan keempat, yaitu disenangi dan dikenal banyak orang. Sekarang syarat kelima, aktif di organisasi. Saat duduk di kelas dua, Andre hampir menjabat seluruh jabatan siswa di sekolah, mulai dari Ketua OSIS, Komandan Paskibra, Ketua PMR, sampai Ketua Kelas. Hanya Ketua Keputrian saja yang tidak dijabatnya, hehehe. Karena sekarang sudah duduk di kelas tiga segala jabatan itu harus ditanggalkan Andre. Kegiatan yang diikutinya saat ini hanya tinggal olah raga saja.

Segala jenis olah raga dia bisa. Basket, voli, sepak bola, renang, dan belum pernah ada yang sanggup mengalahkannya di lapangan tenis. Bila ada acara pertandingan olah raga di sekolah, sudah dapat dipastikan Andre akan jadi bintang lapangan. Andre adalah kebanggaan SMA Dwi Warna dalam urusan olah raga. Para guru sangat menyayanginya karena kepiawaiannya di bidang olah raga yang membawa harum nama SMA Dwi Warna. Ini adalah syarat keenam. Syarat ketujuh juga dimilikinya yaitu gonta-ganti cewek. Predikat cowok playboy sudah dipegang Andre sejak duduk di kelas satu. Hampir semua cewek cantik di sekolah pernah dipacarinya. Tak peduli kakak kelas ataupun adik kelas. Pesonanya membuat takluk cewek-cewek cantik di sekolah. Ibarat piala bergilir, cewek-cewek cantik itu bergantian jadi pacarnya. Namun uniknya hubungannya dengan para mantan pacarnya itu putus secara baik-baik. Tidak ada pemutusan hubungan itu diakhiri dengan permusuhan. Meskipun putusnya hubungan itu sudah dapat dipastikan karena Andre sudah bosan dengan mantan pacarnya itu dan punya gandengan baru. Apakah mantan-mantan pacarnya itu menyadari bahwa Andre tidak mungkin mereka miliki seutuhnya sehingga merelakan saja saat tiba datangnya masa “Pemutusan Hubungan Kekasih”? Entahlah. Yang pasti, menjadi pacar Andre, meski hanya dalam bilangan waktu dua minggu saja sudah membahagiakan cewek-cewek itu. Menyandang predikat sebagai mantan pacar Andre seolah-olah merupakan kebanggaan buat mereka. Kebanggan karena pernah menjadi pacar cowok paling populer di sekolah. Aneh? Mungkin. Tapi itulah dunia remaja.

Hubungan antara Andre dengan para mantan pacarnya dan juga pacar barunya terjalin dengan harmonis. Hal itu bisa dibuktikan saat ada pertandingan olah raga yang diikuti oleh Andre, misalnya. Para mantan pacarnya itu berduyun-duyun menyaksikan pertandingan olah raga itu untuk memberikan dukungan penuh pada Andre. Bersama-sama dengan pacar baru Andre mereka bersorak-sorai meriuhkan suasana. Jangan heran kalau di tepi lapangan akan menemukan beberapa cowok yang keki melihat aksi sorak-sorai cewek-cewek itu. Yang keqi itu adalah para cowok yang saat itu sedang menjadi pacar dari mantan pacar Andre. Hehehe. Menurut informasi yang beredar, saat ini pacar Andre adalah Cindy siswi kelas satu. Gadis itu baru saja dinobatkan sebagai cover girl sebuah majalah remaja terkenal ibukota. Keesokan hari setelah malamnya dinobatkan sebagai cover girl, Cindy sah menyandang predikat cewek Andre yang ke sekian menggantikan kedudukan Wina yang baru saja diputuskan oleh Andre dua hari sebelumnya.
Hanya satu syarat yang tidak dimiliki Andre, yaitu prestasi akademik. Kemampuannya menangkap pelajaran di kelas tidak sepiawai kemampuannya menciptakan prestasi olah raga di arena pertandingan. Andre sangat tidak menguasai pelajaran-pelajaran eksakta, yaitu: matematika, fisika, dan kimia. Namun tidak ada yang mengetahui kelemahan Andre ini selain para guru. Meskipun tidak bisa menguasai pelajaran dengan baik tetap saja cowok itu bisa mulus duduk di kelas IPA. Ini semua adalah bantuan para guru yang karena sayangnya pada Andre rela memanipulasi nilai cowok yang selalu membawa harum nama sekolah di bidang olah raga itu. Tidak mendidik memang, namun begitulah kenyataannya.


***

Hari-hari menjelang masa ujian kelulusan hampir tiba. Khusus siswa kelas tiga harus menghentikan segala kesibukan kegiatan olah raga dan ekstra kurikuler mereka. Hari-hari di sekolah diisi dengan kegiatan belajar di kelas. Sore hari seusai pulang sekolah, siswa-siswi kelas tiga masih diwajibkan lagi mengikuti bimbingan pelajaran tambahan dari para guru, termasuk Andre. Saat inilah Andre harus menerima kenyataan bahwa dirinya sangat lemah dalam bidang akademik. Ia sulit menangkap pelajaran baik saat di kelas paginya dan juga saat bimbingan pelajaran tambahan sorenya. Andre merasa jadi orang paling bego sedunia saat menyaksikan deretan rumus-rumus fisika atau perhitungan matematika yang dituliskan gurunya di papan tulis. Ia tidak mengerti dengan apa yang diterangkan gurunya itu. Ketika mengerjakan soal, Andre langsung pusing. Hal ini menimbulkan keprihatinan Pak Simangunsong, kepala sekolahnya. Suatu sore, usai bimbingan, Pak Simangunsong memanggil Andre ke ruangannya.

“Ndre, kamu harus belajar lebih giat lagi,” kata Pak Simangunsong, “Saya perhatikan, dalam dua minggu kegiatan bimbingan ini kemampuan fisika kamu masih jauh dari rata-rata. Kalau begini terus, Bapak kuatir, kamu tidak lulus ujian nanti,” Andre menatap wajah Pak Simangunsong, pasrah. “Mohon dibantu Pak,” katanya dengan suara pelan.

“Sebetulnya, Bapak sangat ingin membantu kamu. Semua guru yang lain Bapak yakin juga begitu. Tapi sebagaimana kamu pahami, ujian akhir itu dilangsungkan secara nasional. Tidak ada yang bisa membantumu selain dirimu sendiri. Karena itu kamu harus lebih giat belajar,” jawab Pak Simangunsong dengan dengan logat bataknya yang kental.

“Apa yang harus saya lakukan Pak? Saya sudah berusaha belajar sendiri dengan giat. Buku-buku sudah saya baca semua. Tapi susah sekali saya memahami apa yang saya baca Pak,” sahut Andre tanpa daya.

“Menurut Bapak, kamu perlu seorang kawan yang bisa membantumu dengan cara belajar bersama,”

“Apa bisa begitu Pak?”

“Biasanya belajar bersama lebih efektif. Coba kamu ajak kawan dekat kamu belajar bersama. Kamu kan tahu siapa kawan kamu yang pintar dalam pelajaran. Khususnya bidang eksakta,” Andre berpikir keras siapa kawan dekatnya yang pintar dalam pelajaran. Namun ia tak menemukan. “Saya kurang tahu Pak. Teman-teman saya, ya, yang biasa aktif di olah raga Pak,” katanya akhirnya, sambil nyengir.

“Hmm …, kalau begitu, Bapak yang akan carikan kawan yang bisa membantu kamu. Besok sore usai bimbingan, kamu menghadap saya lagi,” kata Pak Simangunsong penuh kewibawaan.

“Terima kasih Pak,” sahut Andre. Ia merasa lega dengan solusi yang ditawarkan Pak Simangunsong. Kemudian ia meninggalkan ruangan Pak Simangunsong. Langkahnya gontai berjalan di koridor sekolah menuju lapangan parkir. Kepalanya semakin pusing memikirkan apa yang akan terjadi bila dia tak lulus ujian. Cita-citanya untuk kuliah di Akademi Militer seusai SMA akan kandas!
Esoknya, seusai bimbingan tambahan, Andre menemui Pak Simangunsong lagi di ruangannya. Saat tiba di ruangan Pak Simangunsong, dilihatnya kepala sekolahnya itu sedang berbicara dengan seorang siswa yang sedang duduk di kursi di depan mejanya. Dari tempatnya berdiri di pintu ruang kepala sekolahnya itu, Andre hanya dapat melihat bagian belakang badan siswa lelaki itu. Apakah siswa itu yang akan menjadi kawan belajarnya? Siapa ya dia? Pikir Andre.

“Eh, kamu sudah datang Ndre, ayo masuk,” kata Pak Simangunsong yang menyadari kehadiran Andre. Cowok itu lalu dipersilakannya duduk di sebelah siswa yang sedang berbicara dengannya tadi. “Ndre, ini Calvin. Kalian pasti sudah saling kenal. Calvin ini teman kamu satu kelas saat di kelas satu dulu. Ingatkan?”

Andre menolehkan pandangannya ke arah cowok yang duduk di sebelahnya itu. “Calvin toh namanya,” kata Andre dalam hati. Calvin turunan Tionghoa. Kulitnya putih bersih dan bermata agak sipit yang dilindungi kaca mata minus bergagang warna hitam. Andre berusaha mengingat semua temannya yang turunan Tionghoa saat duduk di kelas satu dulu. Namun tak ada ruang di memori ingatannya tentang Calvin. Andre benar-benar tak ingat apakah pernah berkenalan dengan cowok bertubuh ramping yang cukup atletis itu. Calvin menundukkan wajahnya yang ganteng ke arah lantai. Ia menantikan jawaban Andre atas pertanyaan Pak Simangunsong tadi.

“Tentu saja ingat Pak, masak sama teman satu kelas tidak ingat,” jawab Andre kemudian. Kebohongan yang sempurna. Sejurus kemudian Andre mengalihkan pandangannya dari Calvin ke arah Pak Simangunsong. 
Refleks Calvin mengangkat wajahnya yang menunduk dan langsung menatap samping wajah Andre yang bagus. Calvin tak menyangka ternyata Andre ingat padanya. Ia mengira cowok populer itu tak mungkin mengingatnya. Karena meski mereka pernah sekelas tak pernah sekalipun bertegur sapa apalagi berbicara. Tak ada kegiatan yang pernah mereka lakukan bersama-sama. Andre sibuk dengan aktifitas olah raga dan ekstra kurikulernya, sedangkan Calvin sibuk dengan pelajaran di kelas saja.

Calvin tak pernah punya keberanian untuk mendekat apalagi bergaul dengan Andre. Sejak kelas satu dulu hingga saat kelulusan hampir tiba, yang berani dilakukan Calvin selama ini hanya mencuri-curi pandang atau menatap dari jauh cowok tampan yang diam-diam dikaguminya itu. Ketika Pak Simangunsong memanggilnya tadi pagi, dan menyampaikan padanya bahwa ia dimintakan tolong untuk membantu Andre dalam pelajaran, Calvin serasa menerima anugerah yang luar biasa karena akhirnya dapat berdekatan dengan cowok populer ini.

“Kalau begitu kalian sudah bisa segera memulai kegiatan belajar bersama ini. Silakan tentukan sendiri waktu dan tempatnya,” kata Pak Simangunsong membuyarkan lamunan Calvin tentang Andre.

Setelah itu pembicaraanpun usai. Andre dan Calvin lalu meninggalkan ruangan Pak Simangunsong bersama-sama. Keduanya berjalan beriringan di lorong-lorong sekolah menuju parkiran. Tak ada yang memulai pembicaraan. Sepanjang jalan menuju parkiran keduanya hanya terdiam. Sampai kemudian Andre yang memecahkan kebisuan itu.

“Lo pulang bareng siapa Vin?” tanya Andre.

“Gak sama siapa-siapa, sendiri aja” jawab Calvin kikuk.

“Pulangnya naik apa?” tanya Andre lagi, matanya berkeliling memandang parkiran dilihatnya tak ada kendaraan lain selain sepeda motornya yang parkir disitu.

“Kadang Gue dijmeput, kadang Gue naik taksi,”

“Rumah Lo dimana sih?”

“Bintaro,”

“Hari ini dijeput atau naik taksi?”

“Naik taksi. Tadi Gue bilang ke rumah gak usah dijeput karena gak pasti jam berapa pulangnya. Gue kira hari ini langsung belajar bareng Elo,”

“O, gitu. Kalau gitu pulang bareng Gue aja deh,”

“Pulang bareng di antar Elo, Ndre? Tentu aja Gue mau,” kata Calvin dalam hati. Tapi yang terlontar dari mulutnya adalah kalimat ini, “Emangnya gak ngerepotin Elo Ndre?”

“Ya enggaklah. Rumah Gue deket kok dari rumah Lo,”

“Deket? Rumah Lo di Bintaro Juga?”

“Rumah Gue di Pondok Indah, deketkan dari Bintaro Jaya,” kata Andre. Cowok itu sudah duduk di atas sepeda motor Tiger 2000-nya, siap berangkat. Dalam pandangan Calvin, Andre terlihat semakin gagah dengan jaket kulit warna hitam yang dipakainya.

“Iya, deket,” sahut Calvin semakin kikuk. Entahlah Andre menyadari kekikukannya atau tidak.

“Kalo gitu naik deh. Pakai helm nih. Gue selalu bawa dua helm kemana-mana, mengantisipasi hal-hal tak terduga seperti ini,” kata Andre sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Calvinpun segera memasang helm dan duduk di boncengan, hatinya berbunga-bunga.

***

Calvin tak bisa tidur malam itu, padahal jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Diatas ranjangnya yang empuk, ia menatap ke langit-langit kamarnya. Matanya tak mengantuk. Ia masih teringat kecanggungan yang dirasakannya sore tadi saat Andre mengantarnya pulang dengan sepeda motornya. “Peluk pinggang Gue erat-erat Vin. Supaya Elo gak jatuh. Soalnya Gue kalo bawa motor harus kenceng,” kata Andre padanya.

Sepanjang jalan menuju tempat tinggalnya di sebuah kompleks perumahan di kawasan Bintaro, jantung Calvin bergemuruh kencang. Ia benar-benar grogi duduk sedemikian rapat dengan cowok ganteng bertubuh harum menyegarkan itu. Punggung lebar Andre yang berotot bersentuhan rapat dengan dada Calvin yang cukup bidang. Telapak tangannya mencengkeram kuat perut Andre yang tak berlemak. Sedangkan kontolnya beradu rapat dengan buah pantat Andre yang bulat empuk. Sepanjang jalan Calvin kuatir Andre merasakan perbesaran ukuran kontolnya yang menempel erat di buah pantat itu.
Sesampainya di rumah Calvin, tak ada satu kalimatpun dari Andre yang menyinggung soal perbesaran kontol Calvin. “Kalau bisa belajar bersamanya kita mulai besok, sepulang bimbingan ya Vin,” kata Andre pada Calvin. Setelah Calvin menyetujui, Andre pamit pulang dan segera melajukan sepeda motornya menuju rumahnya di Pondok Indah. Calvin lega, sepertinya Andre tidak menyadari kekurangajaran kontolnya yang mengeras seenaknya tadi.

Masih di atas tempat tidur, Calvin teringat pada apa yang pernah dikatakan Desi, sepupunya yang pernah sangat dekat dengannya. Desi adalah anak dari kakak mamanya Calvin. Tak ada saudara Mamanya Calvin selain Tante Rini, mamanya Desi. Meskipun Desi lebih tua dua tahun darinya, namun sejak kecil mereka sangat akrab. Mungkin karena mereka berdua sama-sama anak tunggal. Jadi perasaan keduanya seperti kakak adik kandung sangat dekat. Tak ada rahasia yang tak diceritakan Calvin pada Desi. Demikian pula Desi padanya. Apabila bertemu keduanya saling curhat tentang diri masing-masing. Desi paling memahami tentang Calvin, demikian juga sebaliknya.

“Jangan marah kalau Gue bilang Elo gay, Vin,” kata Desi satu kali padanya, sebelum ia berangkat melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi UGM tahun lalu. Pernyataan itu adalah jawaban Desi padanya atas akumulasi segala pernyataan Calvin tentang sosok laki-laki yang kerap kali diutarakannya pada sepupunya itu.

“Maksud Elo Des?” tanya Calvin deg-degan. Calvin tak menyangka Desi akan berkata seperti itu padanya. Dirasakannya wajahnya panas. Ia tak tahu apakah ia marah mendengar komentar Desi.
Sebagai turunan Tionghoa harusnya Calvin menyebut Cici didepan nama Desi. Namun saking dekatnya mereka berdua, Desi melarang Calvin untuk menyebutnya Cici Desi. Gadis itu lebih suka mereka saling ber-Elo-gue saat berbicara.

“Sebenarnya sudah lama Gue pengen ngungkapin hal ini. Tapi Gue ragu. Gue kuatir Elo marah ke Gue,” sahut Desi.

“Gue suka cewek kok Des. Buktinya Gue juga ceritain ke Elo kan, bagaimana perasaan Gue pada Silvia, temen cewek Gue di sekolah,” kata Calvin membela diri.

“Maaf kalau Gue salah. Tapi perasaan Gue menangkap hal yang laen saat Elo berbicara soal cowok, siapa namanya, Andre ya? Ya Andre. Elo sangat bersemangat bila bercerita tentang dia. Memang Elo bercerita juga tentang Silvia, tapi cerita Elo tentang dia, tidak seantusias cerita Elo soal Andre. Malah, menurut Gue, porsi cerita Andre, lebih banyak dibandingin Silvia. Terlalu banyak hal-hal yang mempesona Andre yang Elo rekam di benak Elo, dibandingin Silvia. Maaf Vin…,” kata Desi lirih.
Calvin ingat, saat itu ia hanya terdiam seribu bahasa. Saat Desi memeluknya dengan sayang, dan meminta maaf dengan tulus apabila kata-katanya telah menyinggung perasaan, Calvin juga tetap diam. Mulutnya tak hendak membenarkan Desi, namun di hatinya berperang, ragu, apakah ia memang harus membenarkan atau menolak pernyataan Desi. Apakah perasaan aneh yang selalu muncul di dirinya saat memandang atau mengingat sosok Andre merupakan pembenaran dari apa yang dinyatakan Desi.
Sejak saat itu hubungannya dengan Desi mulai renggang. Selalu ada alasan diciptakannya buat menghindari Desi. Meskipun Calvin sangat menyadari Desi pasti sangat sedih atas penghindarannya itu.
Calvin mencoba menghapus sosok Andre dalam benaknya. Ia mengalihkan pikirannya dengan menceburkan diri pada aktivitas-aktivitas laki-laki disamping kegiatan sekolahnya. Namun ia tak mau melakukannya di sekolah, karena pasti ia akan bertemu dengan Andre bila melakukannya disana. Calvin kemudian memulai kembali kegiatan bela diri Tae Kwon Do yang dulu pernah ditinggalkannya saat kelas 3 SMP. Selain itu juga ia bergabung dengan Sekolah Sepak Bola Remaja. Namun ternyata tetap saja ia tak bisa menghapuskan sosok Andre dari benaknya.

Kejadian yang dialaminya sore tadi diatas sepeda motor Andre, membuat Calvin tiba-tiba rindu untuk curhat pada Desi seperti dulu. Bolak-balik ia memandangi pesawat telpon yang ada di kamarnya. Namun perasaan bersalahnya karena telah menghindari Desi, membuatnya tak punya keberanian untuk mengangkat gagang telpon.

Capek dengan lamunannya, Calvin akhirnya tertidur. Jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan hampir pukul empat dini hari.

***

Saat istirahat sekolah, besok paginya, Andre mendatangi Calvin ke kelasnya. Calvin yang sedang asik berkutat dengan buku fisikanya kaget ketika Andre menepuk bahunya, “Jadi kan belajarnya pulang bimbingan nanti Vin?” tanya Andre. Cowok tampan itu langsung duduk di kursi depan meja Calvin. Lengannya yang kokoh bersandar pada sandaran kursi. Calvin menganggukkan kepalanya, mengiyakan.

“Pak Simangunsong emang gak salah milihin guru privat buat Gue deh,” kata Andre lagi sambil cengar-cengir pada Calvin. Sikapnya sangat bersahabat. Seolah-olah keduanya telah bersahabat sejak lama saja. Sikap Andre yang seperti ini mencairkan kekakuan Calvin berhadapan dengan cowok ganteng itu.

“Ndre, jangan terlalu berharap banyak dari Gue dong. Banyak hal yang Gue juga gak ngerti. Kita harus sama-sama belajar. Kalo gak, ya percuma aja,” jawab Calvin.

“Siap Pak Guru,” jawab Andre sambil memberi hormat layaknya prajurit pada komandannya, tetap dengan cengiran yang membuat wajahnya semakin enak dilihat.

***

Sorenya, sepulang bimbingan sekolah dengan berboncengan di atas sepeda motor, Andre dan Calvin meluncur di jalan raya Jakarta yang ramai menuju rumah Calvin. Harum maskulin dari tubuh Andre yang tercium dari balik jaket kulit hitamnya sungguh menggoda Calvin. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, jantung Calvin berdebar keras. Ia sangat terangsang pada cowok ganteng yang memboncengnya ini. Kontolnya membesar lagi seperti kemaren, menempel erat di belahan bokong Andre.

***

Setiba di rumahnya, Calvin tak mampu memandang wajah Andre saat menyuruhnya masuk. Ia takut Andre menyadari perbesaran ukuran kontolnya sepanjang perjalanan mereka. Ini kali kedua soalnya. Namun sikap Andre kelihatan sangat cuek. Sepertinya ia tak menyadari apa yang terjadi dengan Calvin sepanjang perjalanan tadi. Seperti juga kemaren sore.

Rumah Calvin terlihat sepi. Saat itu jam menunjukkan pukul 18.30 WIB. Calvin mengajak Andre duduk sejenak di sofa besar yang ada di ruang tamu rumahnya yang didominasi warna merah, warna yang dipercaya membawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Di sebuah sudut ruang tamu rumah Calvin itu terdapat sebuah altar besar berwarna merah. Di atas altar itu menempel berjejer di dinding dua pasang foto laki-laki dan perempuan masing-masing dalam pigura dengan ukuran yang cukup besar. Dari tempatnya duduk Andre memandangi foto itu dengan serius.

“Itu kakek dan nenek Gue. Yang kiri orang tua papa Gue dan yang kanan orang tua mama Gue,” kata Calvin menerangkan, menjawab rasa ingin tahu Andre yang tak dilontarkannya pada Calvin.

“O, gitu. Kalo mama dan papa Elo kemana?”

“Kalo jam segini belum pulang Ndre. Biasanya mereka pulang setelah Gue tidur,” sahut Calvin. Nada suaranya menyiratkan kesepiannya karena jarang bertemu kedua orang tuanya.

“Nasib kita sama Vin. Orang tua Gue juga gitu kok. Sibuk terus tiap hari, jarang banget bisa ketemu sama Gue,” kata Andre sambil memandang Calvin menunjukkan empati atas nasib mereka yang sama karena sering tidak bertemu dengan orang tua mereka. Keduanya bertatapan untuk beberapa saat tanpa berbicara. Hal ini kemudian membuat Calvin canggung dan menundukkan wajahnya. Ia tak sanggup lama-lama bersitatap pandang dengan Andre.

“Enakan kita makan dulu ya Ndre, supaya belajarnya enggak terganggu,” kata Calvin mencoba menetralkan kecanggungannya.

“Boleh aja. Tapi Gue mau numpang mandi dulu nih Vin. Badan Gue rasanya lengket nih,” jawab Andre.

“Gitu ya. Gue juga rasanya memang perlu mandi nih Ndre. Kalo gitu kita ke kamar aja yuk. Biar Elo mandi disana aja,” jawab Calvin.

Calvin membawa Andre menuju kamarnya di lantai dua. Kamar Calvin luas sekali dan segala peralatan lengkap tersedia di dalamnya. Televisi 29 inchi, plus DVD player dan Play Station. Juga seperangkat komputer model terbaru. Di sudut kamar terdapat satu set alat-alat gym.

“Suka gym juga nih?” tanya Andre mengkonfirmasi. Ia tak menduga cowok rajin belajar seperti Calvin ternyata punya waktu juga memikirkan penampilan fisik.

“Lumayan. Tapi gak seaktif Elo Ndre. Gue latihan cuman agar tubuh Gue gak gendut aja,” sahut Calvin.

“Harus itu. Zaman gini punya body gendut, mana ada yang mau,” sahut Andre tertawa kecil. Meski sekilas, tapi Calvin yakin kalo mata Andre melirik ke arahnya mengamati tubuhnya yang ramping dan cukup atletis itu.

“Apa maksudnya nih lirik-lirik tubuh Gue?” batin Calvin, “Mana ada yang mau? Cewek apa cowok nih? Atau jangan-jangan Elo yang mau?” Tanya Calvin menanggapi kata-kata Andre, tapi, cuman dalam hati. Tiba-tiba Calvin jadi kegeeran sendiri. Tapi kemudian dia sadar. Gila aja kegeeran disukain sama Andre, pikirnya lagi. Calvin lalu membuka lemari bajunya, mencari handuk bersih untuk Andre.

“Itu kamar mandinya. Ini handuk bersihnya. Elo mandi duluan gih. Gue mau ngomong ke Mbak Sum, supaya nyiapin makan malam kita,” kata Calvin kemudian setelah menemukan handuk yang dicarinya dan kemudian menyerahkannya pada Andre.

“Oke,” jawab Andre. Saat Andre berjalan menuju kamar mandi, Calvin meninggalkan kamarnya menuju dapur. Kepada Mbak Sum, pembantunya, ia menyuruh mempersiapkan makan malam untuknya dan Andre. Kemudian ia kembali lagi ke kamarnya di lantai dua.

“Deg!” jantung Calvin berdebar keras saat ia membuka pintu kamarnya. Ia mendengar suara air yang memancar dari shower yang terletak di dalam kamar mandinya. Suara shower hanya bisa terdengar keras memenuhi kamar bila pintu kamar mandi tak ditutup. Perlahan-lahan ia masuk ke dalam kamar. Jantungnya semakin berdebar kencang. Pintu kamar mandi terkuak lebar. Calvin terpaku, matanya menatap lurus tak berkedip kedalam kamar mandi. Didalam sana Andre yang telanjang sedang asik melakukan gerakan tangan mengocok batang kontolnya sendiri yang sudah mengacung tegak.

Tiba-tiba Andre menoleh ke arahnya. Calvin kaget. Ia gelagapan, dan langsung mengalihkan pandangannya dan berpura-pura menghidupkan televisi. Duduk bersila diatas karpet, matanya menatap layar televisi tapi ia tak memperhatikan siarannya. Jantungnya berdegup keras.

Degup jantung Calvin semakin bertambah keras saat kemudian ia merasakan jemari tangan yang basah membelai lehernya, kemudian melepaskan kaca mata minusnya. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Ia merasakan telinganya seperti digelitik oleh sebuah daging kenyal hangat yang basah disertai dengusan nafas hangat membelai pipinya.

“Gue tau, ini yang selalu Elo impikan Vin,” parau suara Andre membisik di telinganya. Selanjutnya telinga Calvin dengan sukses bersarang dalam kuluman bibir dan gelitikan lidah Andre. Calvin risih. Ini gila! Kok Andre bisa jadi begini? Pikirnya dalam hati. Tapi inilah yang diimpikan Calvin selama ini karena itu ia membiarkan saja apa yang dilakukan Andre padanya. Ia tak melarang Andre. Jantungnya berdegup semakin kencang. Ini mimpi apa beneran? Pikirnya lagi dalam hati.

Jemari tangan Andre mulai melepaskan kemeja sekolah Calvin. Tubuh Calvin bagian atas tak menggenakan apa-apa lagi. Dadanya yang cukup bidang kini telanjang.

“Buka mata Elo Vin,” bisik Andre. Perlahan-lahan Calvin membuka matanya. Dan betapa kagetnya ia, saat kedua matanya telah terbuka ia menemukan sebuah kontol besar mengacung tegak dihiasi rimbunan jembut lebat berada tepat di depan wajahnya.

Sesaat kemudian kontol besar itu sudah menggesek-gesek mukanya. Dirasakannya geli pada kulit wajahnya akibat gesekan jembut lebat milik Andre. Calvin mengendus-endus batang kontol itu. Wangi sabun, harum menyegarkan.

Tak berlama-lama kontol besar kemerahan itu sudah bersarang dalam mulut Calvin. Calvin menyElomoti batang itu dengan penuh semangat. Meski tak punya pengalaman sebelumnya, tapi Calvin mengetahui apa yang harus dilakukannya dengan batang kontol besar yang sangat dirindukannya selama ini. Andre menggoyangkan pantatnya maju mundur dengan gerakan perlahan, penuh kelembutan, mengeluar masukkan batang besar miliknya itu kedalam mulut Calvin.

“Elo menyukainya kan Vin? Elo suka kontol Gue didalam mulut Elo kan?” tanya Andre diantara genjotannya.

“Suka bangeth.. Hmmppp… Sreuppssss… mmpppp…,” jawab Calvin sembari melanjutkan kulumannya pada perkakas Andre dengan penuh semangat. Ludahnya berceceran membasahi batang itu, membuatnya mengkilap indah.

***

Andre dan Calvin berbaring di lantai, berlawanan arah, mulut mereka asik saling mengulum batang kontol dengan mulut masing-masing. Calvin memuluti batang Andre. Sedangkan Andre memuluti batang Calvin yang nongol dari resleting celana sekolahnya. Dari mulut keduanya terdengar suara kecapan-kecapan basah yang semakin membangkitkan birahi mereka.

Setelah puas memuluti batang kontol Calvin, Andre melanjutkan dengan melakukan rimming pada lobang pantat milik temannya itu. Lidahnya menjilati celah sempit penuh bulu itu. Sesekali lidahnya menusuk-nusuk disana, membuat Calvin mengerang-erang keenakan. Sembari memainkan lidah, jari-jari Andre menyibak celah sempit itu. Menguakkannya selebar mungkin, lalu menyusupkan jarinya ke lorong sempit kemerahan milik Calvin. Calvin mengerang keras. Ia merasakan lobang pantatnya terasa hangat dan penuh. Berulang-ulang Andre menyusupkan jarinya kesana. Ia meludahi lobang itu agar lebih licin, sehingga sodokan jarinya tidak terlalu seret.

Andre merasa celah sempit Calvin sudah dapat beradaptasi dengan baik. Buktinya tiga jarinya sudah dapat menyusup dan merojok disana. Kalaupun Calvin mengerang-erang oleh rojokannya itu, menurut Andre itu merupakan hal yang wajar, sebab Calvin baru pertama kali merasakannya. Andre kini ingin melanjutkan aksinya dengan penetrasi di lobang pantat Calvin.

Andre mengarahkan Calvin agar terlentang di atas karpet. Ia meminta temannya itu untuk mengangkang, membuka pahanya yang kokoh itu selebar-lebarnya. Andre menaiki tubuh Calvin. Meletakkan selangkangannya tepat didepan buah pantat Calvin.

“Elo tahan sakitnya ya Vin. Cuman sebentar doang kok,” katanya, ia tersenyum manis pada Calvin. Temannya itu membalas senyum Andre sambil menganggukkan kepalanya.

Perlahan-lahan Andre mulai menancapkan batang kontolnya yang besar itu ke celah sempit milik Calvin. Tak ada jerit kesakitan dari mulut Calvin. Sekuat tenaga ditahannya rasa sakit pada lobang pantatnya saat senti demi senti batang besar milik Andre memasuki lorong sempitnya. Matanya dipejamkan, tetesan keringat didahinya merupakan pertanda betapa Calvin sangat kesakitan oleh penetrasi itu.

Andre terus berjuang menjebol benteng keperjakaan Calvin. Matanya merem melek, tangannya mencengkeram erat pinggang ramping Calvin. Pantatnya terus mendorong ke depan menyusupkan batang kontolnya menyusuri lorong sempit milik Calvin. Andre merasakan kontolnya seperti diremas-remas dengan kuat oleh dinding lorong lobang pantat Calvin. Dari mulutnya terdengar deru nafas yang keras, “Hohhh… hohhh… hohhhh…,”

Akhirnya, perjuangan Andre membenamkan seluruh batang kontolnya ke dalam lobang pantat Calvin berhasil juga. Ujung kepala kontolnya terasa mentok menyentuh daging empuk yang terasa hangat dan basah, berdenyut-denyut membuat kepala kontolnya terasa geli-geli nikmat.

“Hohhhhhhhh…,” Andre mendengus keras.

“Udah masuk semua Ndrehhhh?” tanya Calvin.

“Udah Vin. Enak banget men, sempit banget. Lobang pantat Elo benar-benar sip. Elo juga benar-benar hebat. Elo sanggup menahan sakitnya,” Andre memuji temannya itu. Calvin tersenyum bangga dipuji seperti itu. Selanjutnya mereka berciuman dengan penuh nafsu.

“Sekarang Elo tahan lagi ya Vin, Gue akan menggenjot lobang pantat Elo,” kata Andre setelah bibir mereka tuntas saling melumat.

“Oke Ndre,” jawab Calvin parau.

Andre meremas buah pantat Calvin yang berkeringat. Kemudian ia menarik buah pantatnya ke belakang, sehingga batang kontolnya tertarik keluar dari lobang pantat Calvin. Belum sampai separuhnya keluar, Andre mendorong pantatnya maju secara perlahan. Kontolnya pun kembali terbenam ke lobang pantat Calvin. Ia merasakan betapa seretnya batang kontolnya bergerak ke luar masuk lobang pantat temannya itu. Calvin mengerang tertahan saat batang kontol Andre dirasakan bergerak keluar masuk lobang pantatnya. Andre terus bergerak berulang-ulang. Lobang kencing pada kepala kontolnya terasa mengeluarkan precum yang mengurangi rasa seret gerakan maju mundurnya.

“Heh… heh… hohh… hohh… enakhhh… bangethhhh… hehh… hohhhh…,” racau Andre. Gerakan pantatnya semakin cepat. Tangan kirinya sibuk meremas-remas tubuh atletis temannya yang licin karena basah oleh keringat, terutama pada buah pantat Calvin yang montok. Sementara tangan kanannya sibuk mengocok batang kontol Calvin yang juga tak kalah besarnya dari milik Andre.

Dari cermin besar yang ada dikamarnya, Calvin bisa melihat pantulan bayangan persetubuhan mereka. Pemandangan yang sangat indah. Tubuh yang bertindihan sama-sama bergoyang seirama. Simbahan keringat yang berkilauan oleh cahaya lampu kamar menunjukkan dengan jelas meregangnya otot-otot mereka yang mulai terbentuk itu.Calvin tersenyum bahagia melihat Andre yang mengerang-erang dengan mata merem melek sedang asik menggenjotkan pantatnya menyodomi dirinya yang menungging pasrah dan melakukan gerakan pantat membalas. Calvin tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan disenggamai oleh cowok sejantan Andre seperti hari ini. Calvin benar-benar terhanyut dalam permaian birahi bersama Andre.

Tiba-tiba kembali terlintas dalam benak Calvin mengapa Andre, sang playboy ini, bisa melakukan hal ini? Mengapa cowok jantan ini bisa menyenggamainya, yang juga sama-sama cowok, dengan penuh nafsu seperti ini. Apakah Andre seorang gay? Lalu bagaimana dengan Cindy, bagimana dengan mantan-mantan kekasihnya yang lain? Pikiran Calvin berkecamuk dengan segudang pertanyaan dan kebingungan diantara kenikmatan yang sedang merengkuhnya.

“Mengapa Elo lakukan ini pada Gue Ndrehhh?” tiba-tiba terlontar saja pertanyaan itu dari bibirnya. Tanpa sadar. Matanya yang menyipit karena menahan kenikmatan memandang wajah bagus Andre yang meringis terbuai nafsu. Sebuah senyuman diantara pancaran birahi tergambar di bibir Andre sementara genjotan pantatnya yang tak berhenti terus menggapai kenikmatan. Andre kemudian berbisik di telinganya, ”Karena Gue tahu Elo menginginkannya Calvin manisshhh…,”

“Maksudhh Elohhhkhhh…??,” Calvin kembali bertanya.

“Jangan purah-purah..ssshhhhh…, Vin…, Oh. Guehhh, tahuuhhh, kontol Elo selalu ngaceng setiap Gue boncenghhh… ohhhh… danhh eohshhhh… Eloh selalu, salah tingkahkhhh… setiap ngomong ke Guehhhhshhhhh. Itu artinya Elohh… minta Gue entotthhhh… ahhhh,”

Calvin tersenyum malu, Andre tahu rahasia hatinya.

“Untunglah ternyatahhhh Elo gay Ndre… kalo enggakhhh… aouhhhh… Gue maluhhhh bangethhh…,” kata Calvin menuduh.

“Ohhhh… ahhhhhh… siapa bilanghhh… Gue gayhhhh… ouhhhhhh…,” kata Andre menyangkal kalimat Calvin.

“Buktinya Elohhhhhh entotihhhh Guehhh nihhhh… ouhhhhhhhh,” sahut Calvin membuktikan bahwa tuduhannya benar.

Tiba-tiba Andre menghentikan genjotannya, ia mencabut kontolnya dari Calvin.

“Kok diberentiin Ndrehhh?” tanya Calvin bingung. Ia menyesal telah mengatakan kalimat terakhir itu. Tak disangkanya kalimatnya menyebabkan Andre menghentikan segala kenikmatan yang tadi sedang direngkuh oleh Calvin.

Andre duduk di lantai menatap Calvin tajam. Calvin salah tingkah dan merasa sangat menyesal. Sekian detik Andre menatapnya tajam seperti itu hingga tiba-tiba Andre tersenyum. Calvin bingung. Ia menatap mata Andre dengan takut-takut. Tadi sepertinya Andre marah, kok sekarang jadi senyum? Ada apa ini?

“Calvin, Lo jangan salah sangka ya. Bukan berarti kalau sekarang Gue ngentotin Elo itu artinya Gue gay,” kata Andre sambil mengelus dagu Calvin.

“Maksud Elo?” Andre tersenyum lagi. Diambilnya celana dalam putih miliknya dari lantai, lalu ia mengusap keringat di dahi Calvin dengan celana dalam itu.

“Gue boleh cerita ke Elo?”

“Terserah Elo,” jawab Calvin. “Tapi entar Elo lanjutin lagi kan?” tanya Calvin malu-malu mengkonfirmasi. Andre tertawa, diciumnya bibir Calvin lembut.

“Pasti sayang. Lobang pantat Elo bikin Gue gila tau,” jawab Andre dan kalimat Andre ini membuat Calvin tersenyum senang.

Kemudian Andre mulai bercerita pada Calvin, tentang anak-anak anggota Tim Basket sekolah yang sering melakukan kegiatan sex sejenis.

“Meski bukan homosex, Gue dan temen-temen tim basket doyan ngentotin lobang pantat cowok Vin. Apalagi kalo cowoknya masih perjaka dan ganteng kayak Elo,” kata Andre cengar-cengir.

“Biasanya abis latihan basket, anak-anak yang nafsu berat langsung aja ngentot di kamar mandi sekolahan. Mereka cuek aja, meskipun di sekitarnya yang lagi mandi ngeliatin sambil ketawa-ketawa. Soalnya udah biasa,”

“Masak sih? Bebas banget ya,”

“Kan cowok semua. Ngapain malu. Semuanya juga sama-sama punya kontolkan. Yang paling seru kalo kita ngentot rame-rame abis latihan di tengah lapangan basket Vin. Masih keringetan semua tuh. Wuihh, asyik banget Vin…, hehehe,”

“Semuanya ngentot?” Calvin terangsang banget membayangkan anak-anak tim basket yang ganteng-ganteng dan atletis itu, rame-rame ngentot dalam keadaan tubuh penuh keringat di lapangan basket. Ia jadi gak sabaran pengen gabung juga.

“Yup,”

“Termasuk si Randy?” tanya Calvin dengan mata mengernyit tak percaya. Selama ini ia mengenal Randy sebagai seorang anak yang alim di sekolah. Kalau ada kegiatan keagamaan ia paling rajin jadi panitia.

“Hehehe, pastilah. Awalnya sih dia gak mau, sama kayak Gue dan anak-anak yang lain. Tapi sekarang dia paling doyan tuh,”

“Kok bisa begitu sih Ndre?”

“Awalnya dari kegiatan penerimaan anggota baru Vin. Setiap awal semester kan ada seleksi bagi murid-murid yang pengen gabung ke tim basket. Setelah lulus seleksi kemampuan basket yang sangat ketat, calon anggota baru wajib mengikuti inaugurasi. Acaranya kita buat tengah malam di sekolah. Nah disanalah anggota baru diperkenalkan dengan sex sejenis Vin. Kebiasaan seperti ini udah sejak kapan tahu Vin. Gue juga cuman nerusin doang,”

“Gak pernah ketahuan?”

“Kalo Tim Basket bikin acara di sekolah, kan urusannya gampang. Guru-guru udah percaya banget sama kita Vin. Jadi gak pernah diawasin,”

“Pak Hendro yang jaga sekolahan gimana?”

“Setiap acara dia kita kasih duit. Jadinya dia gak peduli kita mau ngerjain apa di sekolah. Dia percaya anak-anak Tim Basket bisa jagain sekolah. Lagian kalo kita ada kegiatan di sekolah, dia lebih punya kesempatan untuk tidur pulas di rumahnya di samping sekolahan,”

“Oo, gitu ya. Terus?”

“Di acara inaugurasi itu, setiap anggota baru dilarang untuk berpakaian. Semuanya wajib telanjang bulat selama acara. Mereka dikumpulin di dalam ruangan kelas, diputerin film bokep sambil disuruh minum minuman keras sampe mabok. Elo bayangin aja, cowok horny dalam keadaan mabok, disuruh apa aja kan mau, hehehe. Nah pas begitulah mereka dikerjain sampe senior puas,”

“Diapain aja mereka?”

“Terserah seniornya. Ada yang disuruh ngulum-ngulum batang kontol. Ada yang dientotin. Biasanya kalo kontol mereka gede, para senior paling suka. Enak buat dikulum dan rasanya enak banget kalo kita bisa merasakan kontol gedenya nyodok-nyodok lobang pantat kita. Lo tau Wisnu kan?”

“Anak Bali yang ganteng itu?”

“Yoi,”

“Yang jadi Ketua OSIS sekarang, gantiin Elo?”

“Yoi,”

“Taulah. Kalo gak salah dia anak kelas dua IPA kan, kenapa dia?”

“Yup betul. Tuh anak paling disukai ama kita-kita. Kontolnya gede banget Vin, kalo gua gak salah panjangnya sampe dua puluh senti. Bentuknya gemuk dan urat-uratnya jelas banget,”

“Gila. Elo pernah ngerasain punya dia juga? Gak sakit?”

“Hehehe, udah dong. Semua anak basket udah pernah ngerasain punya dia. Sakit sih awalnya, tapi kalo udah dikocok di dalem lobang pantat, enak banget Vin. Gua nagih sampe sekarang.”

“Dasar lo. Ngomong-ngomong, waktu Elo jadi anggota baru dulu, yang ngerjain Elo pertama kali siapa?”

“Si Doni. Tau kan?”

“Doni? Yang mantan Ketua OSIS sebelum Elo itu?”

“Yoi. Gue kan di kader ama dia. Doni itu, suka banget manggil Gue ke kelas pas sedang belajar. Paling enggak seminggu bisa tiga kali. Alasannya ke guru mau bicarain soal kegiatan sekolah yang diperintahkan Kepsek. Padahal begitu nyampe di ruangan OSIS gak ada yang dia kerjain selain ngembat lobang pantat Gue aja. Kalaupun emang ada rencana kegiatan sekolah, ya dia bicarainnya sambil genjot pantat Gue,”

“Dasar. Gak nyangka deh Gue. Padahal kan dia pacarnya banyak,”

“Iyalah. Dia doyan banget sama memek. Semua anak basket juga doyan memek. Gue aja doyan banget ama memek Cindy. Tapi Gue dan teman-teman Gue yang lain juga doyan ama yang namanya lobang pantat cowok ganteng kayak Elo,” kata Andre sambil nyengir. Calvin mesem. “Abisnya lobang pantat tuh lebih seret dan lebih njepit dari memek. Lagian kalo ngembat lobang pantat gak ada resiko hamil kan. Tapi kalo ngembat memek harus hati-hati, salah-salah Gue disuruh nikah masih sekolah gini. Ngentot ama cewek juga gak bisa sembarang tempat dan waktu kan. Lagian jarang-jarang cewek yang mau diembat lobang pantatnya. Tapi kalo ngentot ama cowok bisa kapan aja saat nafsu kita naek. Siapa yang curiga kalo dua cowok masuk kamar mandi sekolahan bareng-bareng. Paling dikirain mau kencing doang, padahal mau kencing enak, hehehe,” sambung Andre dan Calvin nyengir dengan kata-kata sahabat barunya itu.

“Lo gak merasa risih ngentot ama cowok Ndre?” tanya Calvin.

“Awalnya sih iya. Tapi kalo udah dirangsang yang namanya kontol kan pasti ngaceng. Kalo kontol udah ngaceng ya mau gimana lagi. Lobang apa aja bakalan kena embat,”

“Lo gak takut apa, kalo keseringan dientot menyebabkan lobang pantat Elo dower. Gimana kalo cewek Lo tau?”

“Cuek aja Vin. Cewek gak doyan ama pantat. Lobang pantat kan buat konsumsi cowok. Kalo cewek, doyannya sama yang ini,” jawab Andre sambil mengacung-ngacungkan kontolnya ke muka Calvin.

“Hehehe, bener juga Ndre,”

“Siniin lobang pantat lo. Gua pengen ngelanjutin, yang tadi nanggung banget,” kata Andre. Ia menarik pinggang Calvin dan mendudukkan cowok itu berhadapan di atas pangkuannya. Mereka tertawa mesra berpandangan. Tangan keduanya salingmengelus tubuh masing-masing lalu dilanjutkan dengan saling melumat bibir dengan penuh nafsu.

Puas berciuman Calvin lalu memasukkan batang kontol Andre yang berdiri tegak sekeras kayu ke dalam lobang pantatnya. Setelah batang kontol itu masuk seluruhnya, Calvin menggerakkan pantatnya naik turun. Andre membalas dengan ikut menggoyangkan pantatnya juga. Mereka bergoyang seirama dengan cepat dan keras. Menimbulkan bunyi tepukan yang memenuhi ruangan. Mereka mengerang, mendesah, menjerit.

“Ouhhh… ouhhhh… Lo makin pinter Vin,”

“Ndre…ohhhhh… enak… bangethhhh… Ndrehhh… ohhhhhhh,”

“Vinhh… ohhhhhhh, jangan bilang-bilang… .ihhhhhh… kehhh… Cindy ya Vinhhhh… shhhhhhh… ouhhhhhhhhh…,”

“Bilangin… ohhhhhhhh… apahhh… Ndrehhh?”

“Bilangin… ahhh… ahhhh… kalohhh… Guehhh… entot… Elohhhh…,”

“Gue bilanginhhhhh… ahhhh… shhhh… shhhhh…,”


“Janganhhhh… donghhhhh…,”

“Enakahnannn… manahhh… ama… memek… Cindyhhh…?”

“Enakan memek Cindyhhh… ouhhhhhh…,”

“Gue bilangin ke diahhhhh… kalohh… gituhhh… ouh…,”

“Sorryhhhh… salah… aouhhhh… enakan pantat Elohh… kokgkhhh… ohhh… ohohhh…,”

“Gombal…, ohhhhh… yahhh… disituhhh… Ndrehhh, ohhh…,”

“Suer… ohhh… ohhhh… ohhh…,”

Rencana belajar bersama terlupakan sudah oleh mereka. Andre akhirnya menginap di rumah Calvin malam itu. Berkali-kali mereka mengulangi persenggamaan memuaskan birahi yang menggElora hingga pagi menjelang. Lidah mereka sudah sangat mengenal lekuk tubuh masing-masing. Bergantian mereka saling menindih dan menyelipkan batang kontol di lobang pantat temannya. Saat orgasme datang, sperma remaja mereka berceceran membasahi karpet dan sprei tempat tidur, mengalir turun melalui paha kokoh mereka dari lobang pantat yang mendenyut-denyut.

Mereka baru tersadar bahwa persetubuhan itu harus dituntaskan ketika tiba-tiba telepon genggam Andre berdering di pagi hari. Saat itu Andre sedang menungging pasrah dengan kedua tangan memegang tepi ranjang, sementara diatasnya Calvin sedang merem melek keenakan, pantatnya bergoyang-goyang mengeluar masukkan batang kontolnya di lobang pantat Andre.

“Halohhh,” kata Andre

“Ndre, Lo gak jemput Gue pagi ini? Ini udah hampir jam tujuh tahu,”

“Cindy yah?!! Sorry Cin, shhhhhhh… Gue baru bangun nih. Soalnyaahh Gue kemaleman abis belajar bareng Calvinshhhhh. Elo berangkat sendiri aja ya. Soryy banget sayang… shhhhhhhh,”

“Lain kali kasih tahu dong, jadinya Gue kan telat juga nih. Elo lagi ngapain sih? Kayak kepedesan gitu?!!,”

“Iyah… shhhh…., pedessshhhhh. Lagi makan rujak sayanghhshhhhhhhh…,”

“Makan rujak kok pagi-pagi sayang? Nanti mules perutnya,”

“Iyahh… ohh… perut Guehhh… rasanya mulas banget… nihhhhhhh… shhhhh…,” Calvin tersenyum geli mendengar kata-kata Andre. Cowok itu terus saja menggenjot sementara Andre berbicara dengan Cindy melalui ponsel. Genjotannya malah semakin dipercepat karena Calvin ingin segera orgasme sehingga tak telat tiba di sekolah. Sambil memegang ponsel di tangan kanan, Andre mengocok batang kontol dengan gerakan yang cepat menggunakan tangan kirinya. Tak sampai semenit akhirnya kedua cowok itu mengerang keras. Batang kontol mereka berdenyut-denyut menyemprotkan sperma.

“Ohohohhhhhhhhhhrrrhgggggh…,” erang Andre dan Calvin berbarengan.

“Kenapa Ndre? Kenapa?” suara Cindy diseberang sana.

“Udah keluar sayanghhh… ohhh… udah keluar…,” desah Andre.

“Udah keluar? Syukurlah. Lebih longgar kan rasanya?”

“Iya sayanghhhh… ohhhhhhhh…,”

Cindy mengira Andre sedang buang air akibat mulesnya. Ia tak mengetahui apa yang sesungguhnya sedang terjadi pada Andre saat itu.Ia tak mengetahui bahwa saat itu kekasihnya sedang menikmati orgasmenya diantara semburan sperma Calvin didalam lobang pantatnya.

“Kalo gitu oke deh. Sampe nanti ya sayang,” Cindy menutup teleponnya di seberang, klick.
Andre langsung melemparkan ponsel ke atas ranjang. Selanjutnya tubuhnya yang berkeringat ambruk diikuti oleh tubuh Calvin yang juga basah kuyup menindihnya. Keduanya terdiam untuk beberapa saat, hanya deru nafas mereka saja yang terdengar memburu memenuhi ruangan.

Bersambung...

0 komentar: